Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali aturan yang membuat agen tenaga kerja asing (TKA) bisa mewakili perusahaan untuk mengurus rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan hal tersebut dilakukan lembaga antirasuah saat memeriksa Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2016-2020 berinisial MH sebagai saksi kasus dugaan pemerasan kepada TKA terkait pengurusan RPTKA di lingkungan Kemenaker, yakni pada 1 Desember 2025.

“Penyidik meminta keterangan kepada saksi terkait dengan aturan atau regulasi yang mendasari agen TKA mendapat badge atau ID (pengenal, red.) khusus dari Kemenaker, sehingga dapat mewakili perusahaan pengguna TKA untuk mengurus RPTKA,” ujar Budi kepada para jurnalis di Jakarta, Rabu.


Baca juga: KPK mendalami prosedur pengurusan RPTKA tahun 2015-2017

Selain itu, Budi mengatakan KPK mendalami saksi MH mengenai prosedur pengurusan RPTKA di lingkungan Kemenaker.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, saksi tersebut adalah Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker tahun 2016-2020 Maruli Apul Hasoloan (MH).

Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 atau pada era Menaker Ida Fauziyah telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

KPK menjelaskan RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.

KPK lantas menahan delapan tersangka tersebut. Kloter pertama untuk empat tersangka pada 17 Juli 2025, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025.

Pada 29 Oktober 2025, KPK mengumumkan penambahan seorang tersangka baru dalam kasus tersebut.


Baca juga: KPK usut kasus pemerasan TKA di Kemenaker tahun 2010--2017
Baca juga: KPK ungkap kronologi penetapan mantan Sekjen Kemenaker sebagai tersangka

Pewarta: Rio Feisal

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2025