Pontianak, 29/3 (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan RI menemukan penetapan jasa produksi/tansiem sebesar Rp22,03 miliar di PT Bank Kalimantan Barat tidak berdasarkan laba bersih sesuai UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar perusahaan serta pembayarannya belum didukung ukuran kinerja.
Hal itu terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas operasional Bank Kalbar yang dilakukan pada periode 2010 hingga September 2011 yang diserahkan ke Wakil Gubernur Christiandy Sanjaya di Pontianak, Kamis sore.
Laporan itu juga diserahkan Kepala BPK RI Perwakilan Kalbar Adi Sudibyo kepada Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar Prabasa Anantatur dan Dirut Bank Kalbar Sudirman HMY.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, disimpulkan bahwa rancangan dan implementasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) serta pelaksanaan operasional Bank Kalbar belum sepenuhnya mampu secara efektif menjamin pencapaian tujuan dan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal tersebut dapat diketahui dari sejumlah temuan, diantaranya pelaksanaan fungsi intermediasi oleh Bank Kalbar belum optimal. Kemudian pelaksanaan misi sebagai pendorong pembangunan daerah oleh Bank Kalbar belum optimal.
Selain itu, pemberian bunga umum (counter rate) dan bunga khusus (special rate) atas deposito senilai Rp742,892 miliar per 31 Desember 2010 dan Rp798,531 miliar per 30 September 2011 melebihi tingkat suku bunga wajar yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
BPK RI juga menemukan, pemberian pinjaman Pemkab Sintang sebesar Rp2,77 miliar oleh Bank Kalbar belum sesuai ketentuan dan syarat pemberian pinjaman daerah.
Penerimaan pajak oleh Bank Kalbar selaku Bank Persepsi terlambat disetorkan ke kas negara, serta pengeluaran untuk Corporate Social Responsibility tidak dikelola sendiri sebagai biaya dan tidak dilengkapi dengan perencanaan.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, BPK menilai operasional Bank Kalbar tidak sesuai dengan sejumlah aturan diantaranya UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Kemudian, UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan BI Nomor 4/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan BI Nomor 8/14/PBI/2006.
Lalu, Keputusan Mendagri Nomor 62 Tahun 1999 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPD, Cetak Biru (blueprint) BPD Regional Champion (BRC), Corporate Plan Bank Kalbar Tahun 2006-2010 serta aturan internal Bank Kalbar.
Namun Adi Sudibyo menegaskan, secara umum tidak ada indikasi penyalahgunaan ke arah pidana melainkan ke arah manajemen pengelolaan.
(T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Hal itu terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas operasional Bank Kalbar yang dilakukan pada periode 2010 hingga September 2011 yang diserahkan ke Wakil Gubernur Christiandy Sanjaya di Pontianak, Kamis sore.
Laporan itu juga diserahkan Kepala BPK RI Perwakilan Kalbar Adi Sudibyo kepada Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar Prabasa Anantatur dan Dirut Bank Kalbar Sudirman HMY.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, disimpulkan bahwa rancangan dan implementasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) serta pelaksanaan operasional Bank Kalbar belum sepenuhnya mampu secara efektif menjamin pencapaian tujuan dan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal tersebut dapat diketahui dari sejumlah temuan, diantaranya pelaksanaan fungsi intermediasi oleh Bank Kalbar belum optimal. Kemudian pelaksanaan misi sebagai pendorong pembangunan daerah oleh Bank Kalbar belum optimal.
Selain itu, pemberian bunga umum (counter rate) dan bunga khusus (special rate) atas deposito senilai Rp742,892 miliar per 31 Desember 2010 dan Rp798,531 miliar per 30 September 2011 melebihi tingkat suku bunga wajar yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
BPK RI juga menemukan, pemberian pinjaman Pemkab Sintang sebesar Rp2,77 miliar oleh Bank Kalbar belum sesuai ketentuan dan syarat pemberian pinjaman daerah.
Penerimaan pajak oleh Bank Kalbar selaku Bank Persepsi terlambat disetorkan ke kas negara, serta pengeluaran untuk Corporate Social Responsibility tidak dikelola sendiri sebagai biaya dan tidak dilengkapi dengan perencanaan.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, BPK menilai operasional Bank Kalbar tidak sesuai dengan sejumlah aturan diantaranya UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Kemudian, UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan BI Nomor 4/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan BI Nomor 8/14/PBI/2006.
Lalu, Keputusan Mendagri Nomor 62 Tahun 1999 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPD, Cetak Biru (blueprint) BPD Regional Champion (BRC), Corporate Plan Bank Kalbar Tahun 2006-2010 serta aturan internal Bank Kalbar.
Namun Adi Sudibyo menegaskan, secara umum tidak ada indikasi penyalahgunaan ke arah pidana melainkan ke arah manajemen pengelolaan.
(T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012