Jakarta (ANTARA Kalbar) - Hasil riset menyebutkan 70 persen pengguna internet adalah perempuan, namun mereka melakukan aktivitasnya di media sosial internet lebih sebagai kepanjangan tangan dari hobinya "ngerumpi", kata ilmuwan Prof Dr Siti Musdah Mulia.

"Perempuan menggunakan media sosial untuk 'chatting', sampai membeli barang-barang," kata Anggota Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) tersebut pada Temu Kerja AIPI mengenai Pemelekan Sains yang dipimpin oleh Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI Prof Dr Mien A Rifai di Jakarta, Rabu.

Musdah menyayangkan kenyataan bahwa meningkatnya pengetahuan dalam teknologi ternyata tidak meningkatkan produktivitas tetapi sebaliknya membuat para perempuan tidak produktif karena mengesampingkan pekerjaannya demi kesibukannya "ngobrol" di depan layar komputer.

Alih-alih meningkatkan sikap kritis, ujar aktivis perempuan itu, yang muncul malahan sikap narsis dengan menuliskan status-status yang berpusat tentang dirinya, sikap konsumtif membelanjakan uangnya untuk berbagai barang di media sosial serta sikap hedonis yang seperti kecanduan media sosial.

Sementara itu, pembicara lainnya, falsafawan Dr Mitha Budiarto membahas mengenai sejumlah riset yang menyebut penggunaan internet dalam kegiatan belajar-mengajar yang mulai marak dewasa ini ternyata justru menciptakan keterasingan dan kesendirian di kalangan siswa yang belajar.

"Ketika mahasiswa makin sering belajar secara online, ini membuat mereka hanya menghadapi dunia virtual yang semu dan mengikis hubungan sosial yang seharusnya terjalin dalam aktivitas belajar-mengajar di dunia nyata," katanya.

Dikatakannya, dalam "cyberspace" sifat-sifat manusia sebagai makhluk bertubuh dikesampingkan, selain itu ruang kelas, tatap muka dan bahasa tubuh yang menciptakan berbagai pengalaman kepada mahasiswa dihilangkan dan menggantinya dengan suasana yang seragam melalui layar komputer, "keyboard" dan "mouse".

"Bagaimana mengambil keputusan cepat, belajar berempati, belajar hidup dalam dunia persaingan, mengantisipasi rasa tak percaya diri dan mengelola rasa takut untuk membangun kedisiplinan, semua itu dipelajari dari dunia nyata," katanya.

Ia mencontohkan bagaimana mahasiswa meniru dosennya atau mentor yang dikaguminya serta belajar dari kesalahan dosen dan mentornya tersebut dalam membentuk kepribadiannya.

"Online di internet memang dunia baru yang memberi semangat kemerdekaan, namun tidak bisa menggantikan interaksi dalam dunia nyata," katanya.

Sedangkan Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) Prof Dr Andriyanto memprihatinkan berita-berita mengenai teknologi dan iptek di media massa yang cenderung sekedar mengungkap kehebatan penemuan dari luar negeri tanpa mengulas sisi prestasinya.

"Berita-berita teknologi dan iptek di media massa ujung-ujungnya promosi agar bangsa kita beramai-ramai membeli teknologi dari luar, jadi bukan memotivasi bangsa menjadi inovator," katanya.

(D009)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012