Sumba (ANTARA Kalbar) - Tingkat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) masih terhitung rendah yaitu hanya 2,5 MWp per tahun, padahal dalam Perpres no 5/2005 target kontribusi tenaga surya dalam  bauran energi nasional yakni 0,2-0,3 persen pada 2025.

"Perlu langkah ekstra untuk mencapai target itu," kata Menteri Riset dan Teknologi Gusti M Hatta di sela kunjungan ke fasilitas PV Grid Skala Besar dengan teknologi "Smart Micro Grid" di Desa Bila Cenge, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, Minggu.

Untuk mengejar target itu, menurut dia, diperlukan 0,8-1,0 GWp kapasitas terpasang PLTS, berarti perlu penambahan kapasitas sekitar 65 MWp per tahun.

Di sisi lain, sebenarnya kebutuhan akan listrik dari tenaga surya masih cukup besar, khususnya untuk daerah-daerah kepulauan terpencil yang tak terhubung dengan jaringan listrik PLN.

Karena itu, Menteri mendorong dipacunya industri komponen PLTS nasional untuk menggantikan teknologi impor, karena komponen impor tersebutlah yang membuat PLTS menjadi terasa mahal.

Dalam kesempatan itu, Gusti didampingi Kepala BPPT Marzan A Iskandar dan  Bupati Sumba Barat Daya Kornelius Kodi Mete melihat fasilitas PLTS yang dikendalikan dengan teknologi tercanggih dan pertama di Indonesia "Smart Micro Grid" rancangan BPPT.

Sistem PLTS terbesar di Indonesia di lahan seluas 2 ha, berkapasitas daya total 500 KWp tersebut terhubung ke jala-jala PLN dan mampu melistriki sekitar 1.000 rumah dengan daya 500 Watt per rumah.    

Sementara itu, Koordinator Sistem Photovoltaik BPPT Dr Kholid Akhmad mengatakan, di Bila Cenge ini BPPT mengembangkan PLTS dengan jenis sel surya adalah thin film, teknologi sel surya terbaru yang sedang dikaji BPPT dengan jumlah modul terpasang 4.656 unit.

(D009)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012