Pontianak (ANTARA kalbar) - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat menyatakan akan melimpahkan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk perkantoran Pemerintah Kabupaten Sekadau senilai Rp23 miliar ke Kejaksaan Negeri Sekadau, Kamis (28/6).
"Kami akan menurunkan tim penyidik dari Kejaksaan Agung, Kejati dan Kejari Sekadau pilihan dalam menangani kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk perkantoran Pemerintah Kabupaten Sekadau," kata Kepala Kejati Kalbar Jasman Pandjaitan di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, pelimpahan proses kasus itu di Kejari Sekadau karena kejadian perkaranya di sana. "Saya sudah memilih orang-orang pilihan dalam menangani kasus korupsi tersebut," ujarnya.
Kasus dugaan korupsi tersebut, bermula dari pembentukan daerah otonom baru di Kalbar yakni Kabupaten Sekadau yang membutuhkan lahan baru untuk perkantoran pada tahun 2001. Luas yang dibutuhkan sekitar 207 hektare.
Kemudian, pada tahun 2005, tersangka TI alias Akok, yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO), menawarkan tanah dengan luas 207 hektare tersebut. Sementara seharusnya orang perorangan hanya bisa memiliki sertifikat lahan maksimal dua hektare.
Akok mendapat bayaran Rp23 miliar dari Pemkab Sekadau untuk membebaskan tanah tersebut. Namun, yang menimbulkan terjadinya dugaan korupsi adalah selisih antara biaya ganti rugi tanah dengan nilai jual objek pajak (NJOP) di atas tanah tersebut.
Pemkab Sekadau mengganti rugi dengan nilai Rp13.075 per meter persegi, sedangkan NJOP Rp400 per meter persegi.
"Oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, dinyatakan ada potensi kerugian negara sebesar Rp14 miliar. Namun kami tetap berpegang sebesar Rp22 miliar atau berdasarkan keseluruhan yang dibayarkan, untuk Rp1 miliar karena pajak yang harus disetor ke negara," kata M Jasman Panjaitan.
Kejagung dalam kasus tersebut menetapkan delapan orang tersangka, tujuh tersangka lain yang tersangkut kasus itu yakni berinisial Ir Sl, Abg AY, Abl MH, Her Py, Rmln S, Bjg AS, dan Ir Suy. Jasman menjelaskan, untuk Bjg AS hanya menempati tahanan kota karena tengah menderita sakit stroke.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Kami akan menurunkan tim penyidik dari Kejaksaan Agung, Kejati dan Kejari Sekadau pilihan dalam menangani kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk perkantoran Pemerintah Kabupaten Sekadau," kata Kepala Kejati Kalbar Jasman Pandjaitan di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, pelimpahan proses kasus itu di Kejari Sekadau karena kejadian perkaranya di sana. "Saya sudah memilih orang-orang pilihan dalam menangani kasus korupsi tersebut," ujarnya.
Kasus dugaan korupsi tersebut, bermula dari pembentukan daerah otonom baru di Kalbar yakni Kabupaten Sekadau yang membutuhkan lahan baru untuk perkantoran pada tahun 2001. Luas yang dibutuhkan sekitar 207 hektare.
Kemudian, pada tahun 2005, tersangka TI alias Akok, yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO), menawarkan tanah dengan luas 207 hektare tersebut. Sementara seharusnya orang perorangan hanya bisa memiliki sertifikat lahan maksimal dua hektare.
Akok mendapat bayaran Rp23 miliar dari Pemkab Sekadau untuk membebaskan tanah tersebut. Namun, yang menimbulkan terjadinya dugaan korupsi adalah selisih antara biaya ganti rugi tanah dengan nilai jual objek pajak (NJOP) di atas tanah tersebut.
Pemkab Sekadau mengganti rugi dengan nilai Rp13.075 per meter persegi, sedangkan NJOP Rp400 per meter persegi.
"Oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, dinyatakan ada potensi kerugian negara sebesar Rp14 miliar. Namun kami tetap berpegang sebesar Rp22 miliar atau berdasarkan keseluruhan yang dibayarkan, untuk Rp1 miliar karena pajak yang harus disetor ke negara," kata M Jasman Panjaitan.
Kejagung dalam kasus tersebut menetapkan delapan orang tersangka, tujuh tersangka lain yang tersangkut kasus itu yakni berinisial Ir Sl, Abg AY, Abl MH, Her Py, Rmln S, Bjg AS, dan Ir Suy. Jasman menjelaskan, untuk Bjg AS hanya menempati tahanan kota karena tengah menderita sakit stroke.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012