Pontianak (ANTARA) - Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) memiliki potensi sumber daya alam yang besar, khususnya di bidang pertambangan, di mana daerah ini dipastikan mampu menjadi kunci dalam hilirisasi industri Alumina bagi Indonesia karena memiliki bauksit yang besar.
Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalbar, sumber daya bauksit di daerah ini mencapai 994 juta ton, dengan cadangan siap tambang sebesar 584 juta ton. Angka ini menunjukkan kekayaan alam Kalbar sebagai salah satu wilayah utama penghasil bauksit di Indonesia.
Daerah penghasil utama bauksit di Kalbar tersebar di lima kabupaten, yaitu Sanggau, Bengkayang, Landak, Ketapang, dan Sintang. Total potensi sumber daya bauksit di wilayah ini diperkirakan mencapai hingga 3,29 miliar ton. Ini menjadikan Kalbar tidak hanya memiliki peran penting bagi kebutuhan domestik, tetapi juga memiliki daya tawar dalam pasar bauksit Internasional.
Produksi bauksit Kalbar menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2019, di mana produksi mencapai 11,6 juta metrik ton, dengan ekspor mencapai 6,9 juta ton.
Dengan cadangan melimpah dan pertumbuhan produksi yang pesat, Kalbar memiliki posisi strategis untuk mendukung kebijakan hilirisasi alumina pemerintah, yang bertujuan untuk mengurangi ekspor bahan mentah dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalbar, Syarif Kamaruzzaman menyatakan bahwa upaya hilirisasi di Kalbar terus dioptimalkan agar potensi ini dapat mengakselerasi pertumbuhan industri Alumina Indonesia.
"Dengan mengoptimalkan sumber daya ini, Kalimantan Barat bisa menjadi lokomotif bagi industri alumina Nasional dan membawa dampak ekonomi signifikan, baik lokal maupun nasional," kata Kamaruzzaman di Pontianak, Senin (11/11/2024).
Potensi besar ini juga telah mengundang minat investor untuk menanamkan modal pada sektor hilirisasi bauksit, yang diyakini akan mendongkrak perekonomian Kalbar dan membuka lapangan kerja baru.
Terkait hal tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) menunjukkan komitmen kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui dukungan terhadap investasi pembangunan smelter bauksit di wilayah tersebut.
Pj Gubernur Kalbar Harisson menjelaskan bahwa Kalbar dan Kalimantan Tengah memiliki potensi bauksit yang diperkirakan mencapai 2,5 miliar ton. Saat ini, potensi ini telah mulai digarap oleh perusahaan-perusahaan asal China dan swasta nasional dengan cadangan yang mencapai 570 ton bauksit.
Dirinya melihat ini sebagai peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di mana investasi di bidang pertambangan bauksit ini diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 4.000 orang dan menghasilkan potensi pajak serta pendapatan lainnya sebesar Rp560 miliar per-tahun.
Untuk itu, sebagai Pj Gubernur Harisson mendukung sejumlah investasi pembangunan pabrik smelter alumina yang diperkirakan mencapai Rp50 triliun. Pabrik ini diharapkan dapat mengolah bauksit menjadi produk bernilai tambah tinggi, yang akan memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal.
"Kami sangat mendukung agar investor dapat membangun pabrik smelter ini, yang tujuannya adalah untuk mensejahterakan masyarakat Kalimantan Barat. Pembangunan pabrik smelter ini akan menjadi langkah penting untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang kita miliki," kata Harisson.
Sebagai informasi, saat ini sudah ada beberapa smelter bauksit yang dibangun di Kalbar, seperti PT Borneo Alumina Indonesia di Mempawah yang saat ini sudah mulai beroperasi dengan nilai investasi sebesar 831,5 juta dolar AS.
Selain itu, ada PT Lan Mining di Ketapang yang mencapai progres yang juga sudah beroperasi, serta PT Quality Sukses Sejahtera di Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, yang sedang dalam tahap pembangunan dengan rencana investasi 484,3 juta dolar AS.
Proyek lainnya meliputi PT Dinamika Sejahtera Mandiri di Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau, dengan rencana investasi 1,2 miliar dolar AS, PT Persada Pratama Cemerlang di Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, yang sedang dalam tahap pembangunan dengan rencana investasi sebesar 474 juta dolar AS.
Kemudian, PT Sumber Bumi Marau di Kecamatan Marau dan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, dengan rencana investasi sebesar 550 juta dolar AS. PT Kalbar Bumi Perkasa di Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalbar, yang sedang dalam tahap pembangunan dengan rencana investasi 1,58 miliar dolar AS, dan PT Laman Mining di Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, dengan rencana investasi 1,05 miliar dolar AS.
SGAR PT. Borneo Alumina Indonesia (BAI)
Saat meliput peresmian injeksi bauksit untuk proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, pada tanggal 24 September 2024 lalu, Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, mengungkapkan bahwa Kalimantan Barat (Kalbar) kini menjadi provinsi pertama di Indonesia yang memproduksi alumina, yang ditandai dengan peresmian injeksi bauksit untuk proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah.
Peluncuran proyek ini di ketahui sebagai era baru dalam industri mineral logam di tanah air, menjadikan Kalbar sebagai pusat produksi alumina yang dikelola oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI). Bahan baku ini nantinya akan digunakan oleh PT Inalum untuk memproduksi aluminium.
Hendi menyatakan bahwa injeksi bauksit merupakan langkah awal dalam proses produksi alumina, dengan target produksi perdana yang dijadwalkan bulan November ini.
Proyek SGAR di Kalbar terbagi menjadi dua fase, di mana fase pertama diharapkan dapat mencapai kapasitas produksi penuh pada kuartal pertama tahun 2025. Fase kedua bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi hingga 1 juta ton alumina per-tahun pada tahun 2028.
Dia mengharapkan bahwa Kalbar, sebagai tuan rumah proyek strategis ini, dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal sekaligus memperkuat perekonomian nasional melalui peningkatan kapasitas produksi mineral logam domestik.
"Dari proyek ini, Kalbar tidak hanya akan berkontribusi signifikan dalam industri mineral logam, tetapi juga berfungsi sebagai penggerak perekonomian daerah dan nasional. Produksi alumina di sini akan membantu mengurangi ketergantungan terhadap impor dan menciptakan lapangan kerja baru," kata Hendi.
Dengan beroperasinya proyek SGAR, Indonesia diharapkan bisa menurunkan ketergantungan pada impor aluminium. Saat ini, kebutuhan aluminium dalam negeri mencapai 1,2 juta ton per tahun, namun 56 persen masih diimpor. Dengan meningkatkan kapasitas produksi alumina yang kemudian diolah menjadi aluminium oleh PT Inalum, Indonesia dapat memperkuat industri aluminium lokal.
Diperkirakan, fase pertama proyek SGAR akan menyerap sekitar 6 juta ton bauksit per tahun dan menghasilkan 2 juta ton alumina setiap tahunnya. Produksi ini akan mendukung rencana Inalum untuk meningkatkan kapasitas produksi aluminium hingga 900.000 ton per-tahun, dari kapasitas saat ini yang masih 275.000 ton per-tahun.
Dengan adanya proyek ini, Kalbar tidak hanya menjadi daerah pertama yang memproduksi alumina, tetapi juga sebagai pusat pengolahan mineral logam dari hulu ke hilir. Dengan adanya fasilitas smelter di Mempawah, bauksit yang ditambang di Kalbar akan diolah menjadi alumina, yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi aluminium oleh Inalum.
Menurutnya, ini merupakan pencapaian yang sangat berarti bagi industri mineral logam di Indonesia, dan Kalbar kini menjadi pelopor dalam pengolahan mineral.
"Kami optimis bahwa dengan adanya proyek SGAR, Kalbar akan berkembang menjadi pusat pengolahan mineral logam yang terintegrasi, memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi daerah dan negara," tuturnya.
Di ketahui, proyek SGAR adalah bagian dari rencana jangka panjang MIND ID untuk memperkuat industri mineral logam nasional, terutama dalam pengolahan bauksit menjadi alumina dan aluminium. Dengan total investasi mencapai 1,7 miliar dolar AS, proyek ini diharapkan dapat menjadi fondasi utama dalam usaha Indonesia mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral.
Hendi juga menambahkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan, ketersediaan bauksit sebagai bahan baku utama alumina di Kalbar diperkirakan akan bertahan hingga 19 tahun ke depan. Namun, pihaknya berkomitmen untuk terus berinovasi agar ketersediaan bahan baku ini dapat dipertahankan selama puluhan tahun ke depan.
Kolaborasi BUMN
Saat peresmian proyek SGAR PT Borneo Alumina Indonesia di Mempawah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan bahwa pihaknya mendorong kerjasama antar-BUMN untuk memastikan hilirisasi industri mineral di Indonesia dapat tercapai sesuai dengan rencana.
Untuk itu Pihaknya membuat skema kerjasama antara BUMN dan pihak lain dalam mewujudkan hilirisasi mineral, sebagai langkah strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Ini termasuk pembangunan smelter di Kalimantan Barat yang merupakan bagian dari rencana besar ini.
Erick menegaskan bahwa hilirisasi mineral bukan hanya sekadar pilihan, melainkan sebuah kewajiban bagi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa.
"Dengan adanya smelter di Kalimantan Barat, diharapkan dapat menekan jumlah impor dan memberikan dampak ekonomi yang signifikan, hingga tiga kali lipat untuk daerah maupun secara nasional," kata Erick Thohir.
Dia juga menegaskan bahwa saat ini pemerintah sangat berkomitmen untuk memastikan kelancaran proyek hilirisasi, termasuk smelter di Kalbar. Proyek ini melibatkan BUMN seperti Inalum dan Antam, serta sektor swasta, dan diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di industri mineral.
Proyek smelter ini pernah mengalami penundaan, namun berkat dukungan pemerintah, termasuk dari Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi akhirnya dapat melanjutkan proyek ini. Ini merupakan langkah penting dalam mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan devisa negara.
Babak Baru Hilirisasi Industri Indonesia
Masih dalam peresmian fasilitas injeksi bauksit perdana smelter grade alumina refinery (SGAR) PT Borneo Alumina Indonesia di Mempawah, saat itu mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia telah memasuki babak baru perjalanan sebagai negara industri yang kian mandiri.
Jokowi menyampaikan bahwa pembangunan fasilitas smelter tersebut merupakan bagian dari langkah strategis pemerintah untuk memperkuat sektor industri melalui pengoperasian smelter di lokasi-lokasi strategis Indonesia. Selain SGAR di Mempawah, pemerintah juga telah meresmikan smelter tembaga milik PT Amman Mineral di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang dibangun dengan nilai investasi sebesar Rp21 triliun dan memiliki kapasitas pengolahan hingga 900 ribu ton konsentrat tembaga per tahun.
Dirinya juga menegaskan bahwa hilirisasi bauksit dan sumber daya alam lainnya akan mendukung produksi alumina dalam negeri, yang pada akhirnya memperkuat industri aluminium nasional. Dengan langkah ini, Indonesia akan semakin mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan memperkuat posisinya sebagai produsen produk mineral bernilai tinggi di pasar global.
"Hilirisasi ini adalah bagian dari transformasi ekonomi yang menjadikan Indonesia lebih mandiri dan berdaya saing di kancah internasional," kata Jokowi.
Menurutnya, hilirisasi sumber daya alam bukan hanya strategi industri tetapi juga bagian dari pembangunan berkelanjutan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan negara, dan mewujudkan kemandirian ekonomi yang kokoh.
Dengan peresmian berbagai fasilitas smelter tersebut, Indonesia menunjukkan komitmen kuat terhadap industrialisasi berbasis sumber daya alam dalam negeri. Pemerintah berharap langkah ini menjadi fondasi bagi masa depan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan, yang membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.