Jakarta (ANTARA Kalbar) - Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengawasan Farmasi DPR RI Irgan Chairul Mahfiz menyatakan bahwa peredaran obat palsu sudah pada tahap mengerikan dan menjadi masalah serius.

Irgan di Jakarta, Kamis, menyebutkan perdagangan obat palsu di tanah air mencapai angka di atas Rp3 triliun atau sekitar 10 persen lebih dari seluruh perdagangan obat yang beredar sedangkan jumlah merek obat palsu atau dipalsukan juga tak terhitung banyaknya.

"Karena itu, RUU Pengawasan Farmasi akan menitikberatkan soal pengawasan yang dilakukan pihak berwenang agar pelanggaran yang membawa kerugian masyarakat dapat diatasi upaya hukum demi memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata Irgan yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menyatakan jumlah peredaran obat palsu menjadi masalah serius yang dihadapi Indonesia.        
   
Meskipun obat-obat sejenis itu diindikasikan cukup laku di pasaran tetapi karena kadar bahan aktifnya (khasiat) di bawah standar atau sama sekali tidak berkadar aktif maka otomatis menjadikan masyarakat yang memakainya menjadi sekadar obyek permainan produsen obat, katanya.

"Belum lagi, produksinya cenderung tanpa izin dan sebagian mengabaikan kualitas secara sembarangan atau dengan cara meniru produk obat-obatan lain," kata Irgan.

Irgan menegaskan masyarakat berhak mendapatkan mutu dan keamanan atas produk kefarmasian, penyediaan alat kesehatan, dan perbekalan obat untuk rumah tangga, mengingat sejauh ini terdapat beragam jenis peredaran obat palsu yang tanpa sengaja dikonsumsi guna mengobati penyakit atau untuk merawat tubuh/kecantikan.

"Akibatnya bertentangan dengan hasil yang diharapkan apalagi obat palsu bukan hanya berisiko pada semakin buruknya kesehatan namun lebih dari itu bisa menyebabkan kematian," ujar Irgan.

Ia menargetkan pengesahan RUU itu menjadi UU dapat selesai pada tahun ini.

"Naskah RUU Pengawasan Farmasi sebelumnya dibahas oleh Badan Legislatif DPR berdasarkan hak inisiatif DPR," katanya.  
    
Irgan menegaskan penyiapan UU itu untuk melindungi masyarakat luas dari pemakaian berbagai produk farmasi, ketersediaan alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan di rumah tangga dengan standar mutu yang aman, bermanfaat, sekaligus tidak memberatkan.

Ia berharap RUU itu dapat disahkan sebagai UU dalam masa sidang DPR tahun 2012 ini.

Menurut dia, keberadaan UU itu akan menciptakan iklim peredaran dan pemakaian obat yang rasional di masyarakat luas khususnya terkait jenis, bahan obat, obat tradisional, termasuk kosmetika yang digunakan untuk perawatan kulit.

Selain itu, pelayanan terhadap ketersediaan alat kesehatan serta perbekalan kesehatan di setiap keluarga pun harus mempertimbangkan aspek kelayakan, keterjangkauan biaya ekonomi, dan tidak berisiko.

(B009)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012