Denpasar (ANTARA Kalbar) - Belasan aktivis ProFauna Bali memprotes maraknya sejumlah restoran di tujuh kota besar di Indonesia yang menyuguhkan sajian kuliner dari satwa liar.
Aksi protes tersebut dilakukan para aktivis dengan cara melaburi dirinya dengan madu dan saus, di Lapangan Puputan Badung Denpasar, Rabu.
Koordinator ProFauna Bali Jatmiko Wiwoho mengatakan, hasil penyelidikan dan penelitian pihaknya menunjukkan bahwa aksi konsumsi satwa liar itu sudah memprihatinkan.
Ada tujuh kota besar di Tanah Air, tambah dia, yang sebagian masyarakatnya mengonsumsi satwa liar, yakni Denpasar, Surabaya, Malang, Jakarta, Yogyakarta, Palembang, dan Medan.
Jatmiko menambahkan, satwa liar yang dikonsumsi adalah monyet, trenggiling, penyu, lutung, ular, biawak dan landak.
"Itu baru yang terdeteksi oleh kami, kemungkinan masih ada restoran lainnya yang menyuguhkan menu yang sama namun belum diketahui," ujarnya.
Menurut Jatmiko, pihak restoran berdalih menyajikan masakan dari daging satwa liar tersebut hanya untuk memenuhi kegemaran konsumen yang memercayai manfaatnya, yakni menyembuhkan penyakit.
"Padahal secara medis belum ada penjelasan secara ilmiah tentang khasiat daging tersebut apakah memang benar dapat menyembuhkan penyakit tertentu," ucapnya.
(pso-077)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Aksi protes tersebut dilakukan para aktivis dengan cara melaburi dirinya dengan madu dan saus, di Lapangan Puputan Badung Denpasar, Rabu.
Koordinator ProFauna Bali Jatmiko Wiwoho mengatakan, hasil penyelidikan dan penelitian pihaknya menunjukkan bahwa aksi konsumsi satwa liar itu sudah memprihatinkan.
Ada tujuh kota besar di Tanah Air, tambah dia, yang sebagian masyarakatnya mengonsumsi satwa liar, yakni Denpasar, Surabaya, Malang, Jakarta, Yogyakarta, Palembang, dan Medan.
Jatmiko menambahkan, satwa liar yang dikonsumsi adalah monyet, trenggiling, penyu, lutung, ular, biawak dan landak.
"Itu baru yang terdeteksi oleh kami, kemungkinan masih ada restoran lainnya yang menyuguhkan menu yang sama namun belum diketahui," ujarnya.
Menurut Jatmiko, pihak restoran berdalih menyajikan masakan dari daging satwa liar tersebut hanya untuk memenuhi kegemaran konsumen yang memercayai manfaatnya, yakni menyembuhkan penyakit.
"Padahal secara medis belum ada penjelasan secara ilmiah tentang khasiat daging tersebut apakah memang benar dapat menyembuhkan penyakit tertentu," ucapnya.
(pso-077)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012