Surabaya (ANTARA Kalbar) - Sabtu siang yang terik di tengah kebun seluas 11 hektare, saya merasakan denyut kegundahan petani kedelai di antara hamparan sawah yang menguning di Desa Wonoayu Sidoarjo, Jawa Timur.

Pak Hadi petani kedelai, menjelaskan kepada saya panen kedelai seluas 11 hektare di  Kecamatan Wonoayu Sidoarjo dengan produksi  setiap hektare menghasilkan 2,1 ton kedelai.

Jelas hasilnya lebiih kecil ketimbang bersawah yang menghasilkan sembilan ton per hektare.

"Harapan saya sederhana, agar Pemerintah  bisa menjamin harga kedelai pasca panen raya tidak lagi anjlok kembali ke harga Rp5.300. Hal ini bisa membuat kami tak bergairah untuk menanam kedelai.  Alhamdulillah jika harganya bisa tetap Rp8.000, bisa bersaing dengan tanaman jenis komoditas lainnya," katanya.

Bagi petani kedelai sejak pekan lalu adalah masa menikmati madu ketika harga terdongkrak sampai Rp7.800 bahkan Rp8.000 rupiah per kilo.

Pemerintah pekan lalu baru saja memutuskan untuk menurunkan bea masuk impor kedelai menjadi lima persen dengan harapan bisa menstabilkan harga tempe yang meroket hingga Rp8.000 dari Rp4.000 pekan lalu.

Di sisi lain masalah kebutuhan akan irigasi tersier, terutama kebutuhan air memberantas hama penyakit,  juga traktor menjadi hal yang paling disuarakan petani, kepada Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan yang hadir panen raya kedelai di Sidoarjo Jatim Sabtu, 28 Juli 2012.

Salah satu masalah yang tak kalah pentingnya adalah meningkatkan kualitas varietas jenis kedelai yang nyaris tak terdengar dari Kementerian Pertanian langkah langkahnya.

Secara infrastruktur pembangunan pertanian memang tidak diprioritaskan untuk menanam kedelai karena tidak kompetitifnya harga juga secara strategis produksinya dianggap tidak menyumbang inflasi yang cukup besar dibandingkan komoditas jenis lainnya.

Dirut Bulog Sutarto Ali Muso yang hadir di sela acara panen raya menyatakan idealnya memang harga kedelai 1,5 kali harga beras.

Atau 7500 perkilo harga kedelainya sehingga petani dapat menikmati hasil produksi yang petani tanam.

Wamentan juga menyatakan soal penjualan hasil produksi kedelai untuk dibeli Badan Penyangga seperti Bulog bukan jatuh ke tangan tengkulak seperti selama ini terjadi.

Petani yang berdialog dengan Wamentan yang didampingi Dirut Bulog dan Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi,meminta agar Pemerintah memberikan jaminan harga pokok produksi kedelai seperti halnya komoditas lain.

Di Jawa Timur sendiri produsen tahu tempe masih terus berproduksi dengan mengurangi ukurannya dengan harga yang terjangkau.

Jawa Timur merupakan penyumbang 40 persen kedelai di tingkat nasional.

Impor kedelai memang dibutuhkan untuk memasok 1,5 juta ton konsumsi nasional karena kita gemar makan tempe dan tahu.

Bea masuk nol persen pun hanya menurunkan harga tak signifikan ketika hukum pasar diberlakukan saat harga di level dunia melonjak dari 280 dollar hingga 700 dollar.

Anomali cuaca sebagai faktor eksternal, namun pertanyaannya sejauh mana komitmen para importir juga tidak terjebak dalam permainan harga hanya untuk keuntungan sesaat.

Sementara wajah Pak Hadi dan  petani kedelai lainnya yang lekat dengan harapan akan hasil produksinya bisa kompetitif tentu tak akan mampu saya lupakan.

*) Founder National Press Club Indonesia (NPCI), asisten staf khusus Presiden

Pewarta: Imelda Sari *

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012