Jakarta (ANTARA Kalbar) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, pihaknya akan terus berkomitmen dalam memperkuat Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) sebagai salah satu upaya untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
"Melalui penguatan SLIN maka diharapkan arus pergerakan komoditas ikan dapat berjalan dengan lancar dan efisien dari hulu ke hilir," kata Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, hal tersebut selama ini karena permasalahan distribusi ikan dari sentra produksi yang terletak di wilayah timur ke sentra-sentra pasar ikan di wilayah barat yang belum optimal dan terpadu.
Sedangkan di sisi lain, lanjutnya, maka kontuinitas pasokan sangat diperlukan sebagai kebutuhan konsumsi dan industri pengolahan perikanan.
"Maka dari itu, SLIN dapat memberikan jaminan terhadap ketersediaan, stabilitas harga, ketahanan pangan serta mendoÂrong pertumbuhan industri pengolahan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat," katanya.
KKP pada 2013 juga berencana akan menyalurkan anggaran sebesar Rp351,5 miliar untuk membangun 36 Pangkalan Pendaratan Ikan dan pengadaan sarana air bersih di pelabuhan perikanan untuk menunjang SLIN.
Pada tahun yang sama, ujar Sharif, KKP telah menyiapkan anggaran sebesar Rp150 miliar yang akan dikonsentrasikan untuk mengimplementasikan SLIN termasuk di dalamnya akan merealisasikan Provinsi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, kebijakan impor komoditas perikanan menjadi tren kebijakan pangan perikanan yang terjadi di Indonesia pada 2012, sehingga sukar untuk mencapai kedaulatan pangan.
"Kebijakan impor ikan menjadi tren utama kebijakan pangan perikanan Indonesia pada tahun 2012," kata Koordinator Program Kiara, Abdul Halim.
Abdul Halim memaparkan, setidaknya hingga kuartal I 2012, terdapat tujuh komoditas tuna impor, padahal tuna adalah kekayaan laut yang tersebar di perairan Indonesia.
Kebijakan impor, ujar dia, semakin tidak relevan karena berimplikasi negatif terhadap arah kebijakan perdagangan dan penguatan kemandirian ekonomi perikanan nasional.
"Ekspor digenjot, kuota impor justru melonjak drastis," kata Abdul Halim.
Ia juga mengatakan, hal yang lebih ironis lagi adalah ekspor yang masih didominasi oleh ikan mentah dan segar yang notabene menjadi kebutuhan produksi dan konsumsi dalam negeri.
Sebaliknya, lanjut Halim, produk perikanan yang diimpor tidak hanya berbentuk hasil olahan melainkan juga bahan baku yang sejatinya dapat ditemui di perairan Indonesia.
(M040)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Melalui penguatan SLIN maka diharapkan arus pergerakan komoditas ikan dapat berjalan dengan lancar dan efisien dari hulu ke hilir," kata Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, hal tersebut selama ini karena permasalahan distribusi ikan dari sentra produksi yang terletak di wilayah timur ke sentra-sentra pasar ikan di wilayah barat yang belum optimal dan terpadu.
Sedangkan di sisi lain, lanjutnya, maka kontuinitas pasokan sangat diperlukan sebagai kebutuhan konsumsi dan industri pengolahan perikanan.
"Maka dari itu, SLIN dapat memberikan jaminan terhadap ketersediaan, stabilitas harga, ketahanan pangan serta mendoÂrong pertumbuhan industri pengolahan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat," katanya.
KKP pada 2013 juga berencana akan menyalurkan anggaran sebesar Rp351,5 miliar untuk membangun 36 Pangkalan Pendaratan Ikan dan pengadaan sarana air bersih di pelabuhan perikanan untuk menunjang SLIN.
Pada tahun yang sama, ujar Sharif, KKP telah menyiapkan anggaran sebesar Rp150 miliar yang akan dikonsentrasikan untuk mengimplementasikan SLIN termasuk di dalamnya akan merealisasikan Provinsi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, kebijakan impor komoditas perikanan menjadi tren kebijakan pangan perikanan yang terjadi di Indonesia pada 2012, sehingga sukar untuk mencapai kedaulatan pangan.
"Kebijakan impor ikan menjadi tren utama kebijakan pangan perikanan Indonesia pada tahun 2012," kata Koordinator Program Kiara, Abdul Halim.
Abdul Halim memaparkan, setidaknya hingga kuartal I 2012, terdapat tujuh komoditas tuna impor, padahal tuna adalah kekayaan laut yang tersebar di perairan Indonesia.
Kebijakan impor, ujar dia, semakin tidak relevan karena berimplikasi negatif terhadap arah kebijakan perdagangan dan penguatan kemandirian ekonomi perikanan nasional.
"Ekspor digenjot, kuota impor justru melonjak drastis," kata Abdul Halim.
Ia juga mengatakan, hal yang lebih ironis lagi adalah ekspor yang masih didominasi oleh ikan mentah dan segar yang notabene menjadi kebutuhan produksi dan konsumsi dalam negeri.
Sebaliknya, lanjut Halim, produk perikanan yang diimpor tidak hanya berbentuk hasil olahan melainkan juga bahan baku yang sejatinya dapat ditemui di perairan Indonesia.
(M040)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012