Jakarta (ANTARA Kalbar) - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Natalia Soebagyo menyatakan khawatir atas kemungkinan munculnya praktik korupsi terkait pemilu menjelang tahun 2014.
Hingga diperlukan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Kita harus mengantisipasi satu tahun yang akan datang, menjelang 2014, nanti pemilu akan datang saya ngeri juga itu apa yang akan muncul," kata Natalia seusai acara peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2012 di Jakarta, Kamis.
Menurut Natalia, selain mengantisipasi potensi kasus korupsi, KPK terlebih dahulu harus segera menyelesaikan kasus-kasus besar yang saat ini masih menumpuk.
"Kami di TII merasa bahwa kasus-kasus besar ini harus segera diselesaikan, karena sudah terlalu lama. Seperti Hambalang, Simulator dan Century," ujar Natalia.
Meski demikian, Natalia mengatakan masyarakat perlu bersyukur bahwa di Indonesia segala macam kasus korupsi dapat diberitakan oleh pers.
"Karena itu tanpa peran organisasi masyarakat sipil dan media yang selalu mendorong serta mengangkat kasus-kasus korupsi negara kita tidak akan sampai sejauh ini, meskipun kemajuan yang sekarang masih belum seberapa, masih jauh," ujar dia.
Selain itu, Sekjen TII tersebut mengapresiasi sikap KPK yang terbuka atas masukan dari perwakilan masyarakat.
"KPK itu juga sebenarnya kita bantu banyak hal dalam memperbaiki kinerja dan segala sesuatunya. Untungnya KPK itu lembaga yang terbuka terhadap masukan dari masyarakat, itu bagus," tambah Natalie.
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dihitung oleh TII Indonesia turun dari peringkat 110 menjadi 118 di tahun 2012 dengan skor 32.
Indonesia berbagi peringkat 118 bersama Republik Dominika, Ekuador, Mesir, dan Madagaskar.
IPK Indonesia juga lebih rendah dari beberapa negara lain di Asia Tenggara seperti Singapura dengan skor 87, Brunei Darussalam (55), Malaysia (49), Thailand (37), Filipina (34), dan Timor Leste (33).
Peringkat IPK secara global di urutan lima tertinggi diduduki oleh Denmark dengan skor 90, Finlandia (90), Selandia Baru (90), Swedia (88), dan Singapura (87). Kemudian lima negara dengan skor IPK terrendah adalah Somalia (8), Korea Utara (8), Afghanistan (8), Sudan (13), dan Myanmar (15).
(G006)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Hingga diperlukan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Kita harus mengantisipasi satu tahun yang akan datang, menjelang 2014, nanti pemilu akan datang saya ngeri juga itu apa yang akan muncul," kata Natalia seusai acara peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2012 di Jakarta, Kamis.
Menurut Natalia, selain mengantisipasi potensi kasus korupsi, KPK terlebih dahulu harus segera menyelesaikan kasus-kasus besar yang saat ini masih menumpuk.
"Kami di TII merasa bahwa kasus-kasus besar ini harus segera diselesaikan, karena sudah terlalu lama. Seperti Hambalang, Simulator dan Century," ujar Natalia.
Meski demikian, Natalia mengatakan masyarakat perlu bersyukur bahwa di Indonesia segala macam kasus korupsi dapat diberitakan oleh pers.
"Karena itu tanpa peran organisasi masyarakat sipil dan media yang selalu mendorong serta mengangkat kasus-kasus korupsi negara kita tidak akan sampai sejauh ini, meskipun kemajuan yang sekarang masih belum seberapa, masih jauh," ujar dia.
Selain itu, Sekjen TII tersebut mengapresiasi sikap KPK yang terbuka atas masukan dari perwakilan masyarakat.
"KPK itu juga sebenarnya kita bantu banyak hal dalam memperbaiki kinerja dan segala sesuatunya. Untungnya KPK itu lembaga yang terbuka terhadap masukan dari masyarakat, itu bagus," tambah Natalie.
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dihitung oleh TII Indonesia turun dari peringkat 110 menjadi 118 di tahun 2012 dengan skor 32.
Indonesia berbagi peringkat 118 bersama Republik Dominika, Ekuador, Mesir, dan Madagaskar.
IPK Indonesia juga lebih rendah dari beberapa negara lain di Asia Tenggara seperti Singapura dengan skor 87, Brunei Darussalam (55), Malaysia (49), Thailand (37), Filipina (34), dan Timor Leste (33).
Peringkat IPK secara global di urutan lima tertinggi diduduki oleh Denmark dengan skor 90, Finlandia (90), Selandia Baru (90), Swedia (88), dan Singapura (87). Kemudian lima negara dengan skor IPK terrendah adalah Somalia (8), Korea Utara (8), Afghanistan (8), Sudan (13), dan Myanmar (15).
(G006)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012