Kabul (ANTARA Kalbar) - Kepala intelijen Afghanistan cedera dalam usaha
pembunuhan di ibu kota negara itu, Kabul, pada Kamis, kata sejumlah
pejabat.
Asadullah Khalid, kepala Direktorat Keamanan Nasional (NDS), cedera dalam serangan granat di sebuah wisma tamu, kata polisi dan seorang pejabat senior pemerintah kepada AFP.
Khalid segera dibawa ke rumah sakit dan diberi transfusi darah, kata pejabat-pejabat itu.
Kondisinya masih belum jelas, namun seorang diplomat Barat mengatakan kepada AFP, Khalid "cedera serius".
Presiden Hamid Karzai memilih Khalid untuk memimpin NDS pada Agustus, meski mendapat kecaman keras dari kelompok-kelompok HAM Barat dan pengangkatannya itu kemudian disahkan oleh parlemen.
Sementara itu, Taliban mengklaim bertanggung jawab atas usaha pembunuhan terhadap kepala intelijen tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah serangan bunuh diri.
"Akibat dari serangan bunuh diri yang dilakukan oleh pahlawan mujahidin Hafiz Mohammad di dalam sebuah wisma tamu, sejumlah besar aparat intelijen cedera," kata juru bicara Taliban Zabihulla Mujahid.
"Kepala intelijen Assadullah Khalid adalah sasaran utama dan menurut informasi kami, ia berada dalam kondisi koma," kata Mujahid dalam pernyataan email yang dikirim ke AFP.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli 2011 dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September 2011.
Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Jumlah warga sipil yang tewas meningkat secara tetap dalam lima tahun terakhir, dan pada 2011 jumlah kematian sipil mencapai 3.021, menurut data PBB. (M014)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Asadullah Khalid, kepala Direktorat Keamanan Nasional (NDS), cedera dalam serangan granat di sebuah wisma tamu, kata polisi dan seorang pejabat senior pemerintah kepada AFP.
Khalid segera dibawa ke rumah sakit dan diberi transfusi darah, kata pejabat-pejabat itu.
Kondisinya masih belum jelas, namun seorang diplomat Barat mengatakan kepada AFP, Khalid "cedera serius".
Presiden Hamid Karzai memilih Khalid untuk memimpin NDS pada Agustus, meski mendapat kecaman keras dari kelompok-kelompok HAM Barat dan pengangkatannya itu kemudian disahkan oleh parlemen.
Sementara itu, Taliban mengklaim bertanggung jawab atas usaha pembunuhan terhadap kepala intelijen tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah serangan bunuh diri.
"Akibat dari serangan bunuh diri yang dilakukan oleh pahlawan mujahidin Hafiz Mohammad di dalam sebuah wisma tamu, sejumlah besar aparat intelijen cedera," kata juru bicara Taliban Zabihulla Mujahid.
"Kepala intelijen Assadullah Khalid adalah sasaran utama dan menurut informasi kami, ia berada dalam kondisi koma," kata Mujahid dalam pernyataan email yang dikirim ke AFP.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli 2011 dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September 2011.
Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Jumlah warga sipil yang tewas meningkat secara tetap dalam lima tahun terakhir, dan pada 2011 jumlah kematian sipil mencapai 3.021, menurut data PBB. (M014)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012