Makassar (ANTARA) - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan sikap kepala negara menjadi modal penting untuk menghilangkan praktik hukuman mati di Indonesia.
Hal itu disampaikan Usman Hamid merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait ketidaksetujuannya atas penerapan hukuman mati di Indonesia.
"Dalam sejarah penghapusan hukuman mati di dunia, sikap kepala negara menjadi modal penting untuk menghilangkan hukuman mati, baik dalam praktik maupun dalam hukum," kata Usman melalui siaran persnya diterima, di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.
Menurutnya, ada beberapa negara seperti Meksiko dan Mongolia yang memutuskan untuk menghapus hukuman kejam dan tidak manusiawi tersebut, setelah presiden mereka menyatakan secara terbuka terhadap penolakannya atas penggunaan hukuman mati.
Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto dalam wawancara bersama enam jurnalis senior, selaku pimpinan redaksi media arus utama, di kediamannya, Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada 6 April 2025, mengutarakan ketidaksetujuannya atas penggunaan hukuman mati, yang menurutnya bersifat final dan tidak membuka ruang koreksi.
"Padahal mungkin saja kita yakin 99,9 persen dia bersalah, mungkin saja ada satu masalah ternyata dia korban atau dia di-frame. Kalau hukuman mati final, kita enggak bisa hidupkan dia kembali, iya kan," kata Presiden dalam sesi wawancara itu.
Usman menilai penyataan Presiden itu harus menjadi modal awal Indonesia untuk mengikuti jejak Meksiko dan Mongolia terkait dengan penghapusan hukuman mati.
Penghapusan hukuman mati, kata dia, tidak terjadi dalam semalam, namun fakta ini seharusnya bukan menjadi hambatan karena ada banyak langkah awal yang bisa dilakukan oleh Indonesia untuk menghapus hukuman mati.
Pertama, moratorium resmi penuntutan dan eksekusi mati. Kedua, berikan komutasi bagi orang-orang yang saat ini ada dalam daftar tunggu eksekusi mati. Ketiga, hentikan penjatuhan vonis mati baru oleh pengadilan dalam kasus apapun.
Langkah ini dinilai penting sebelum pemerintah bersama-sama DPR RI bergerak dalam proses revisi aturan-aturan yang mengatur hukuman mati, karena saat ini setidaknya ada di 13 peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini bilang, ada banyak negara di dunia menghapuskan hukuman mati melalui keputusan politik yang diambil pimpinan tertinggi, karena sulit untuk mencapai konsensus secara nasional dalam topik hukuman mati.
Hukuman mati, ujar dia, tidak membawa keadilan, melainkan hanya menciptakan lebih banyak korban. "Indonesia dapat mewujudkan sistem peradilan yang adil, manusiawi, dan sejalan dengan tren global untuk mengakhiri hukuman mati," katanya.
Oleh karena itu, Amnesty International juga secara tegas menentang hukuman mati dalam semua kasus tanpa pengecualian terlepas dari sifat atau keadaan kejahatan tersebut