Pekanbaru (Antara Kalbar) - Organisasi World Wide Fund (WWF) membantah tudingan sejumlah legislator yang menyebut organisasi itu adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing yang sarat kepentingan dalam melakukan kegiatan di Indonesia.

"WWF bukanlah LSM Asing. WWF Indonesia adalah organisasi konservasi nasional yang independen dan diakui oleh hukum Indonesia, dengan badan hukum yayasan," kata Direktur Konservasi WWF Indonesia Nazir Foead kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.

Nazir menyebutkan, LSM berlogo panda itu bukanlah beroperasi di Indonesia untuk menguasai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Provinsi Riau. Sebelumnya, sejumlah politisi seperti Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mempertanyakan keberadaan WWF di Riau karena tidak menghasilkan solusi di TNTN, malah kerusakan hutan terus terjadi.

Menurut dia, Taman Nasional berada dalam kewenangan Kementerian Kehutanan, khususnya Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi alam, dan pengelolaannya di lapangan berada di Balai Taman Nasional.

"Dalam kaitannya dengan Taman Nasional Tesso Nilo di Riau, kami di kawasan tersebut dalam konteks mendukung Kementerian Kehutanan dalam upaya melindungî keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan di kawasan itu," ujarnya.

Ia menyebutkan, berdasarkan analisis Bank Dunia, dengan kecepatan perambahan di TNTN diperkirakan hutan di sana akan habis dirambah pada tahun 2007.

"Berkat upaya dari kementerian kehutanan dan mitra LSM, dan forum amsyarakat setempat, sekarang masih ada sekitar 37 ribu hektare hutan yang bisa dipertahankan di dalam Tesso Nilo," katanya.

Ancaman terhadap kawasan konservasi tersebut adalah alih fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit. Hasil analisis citra satelit tahun 2012 menunjukkan bahwa dari total kawasan Taman Nasional seluas 83.068 hektare (ha), sekitar 46.000 ha atau setara 56 persen telah dirambah atan telah berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit, karet dan laìnnya.

Akibatnya, konflik antara manusia dan gajah Sumatera liar mengalami eskalasi konflik karena perambahan telah mempersempit ruang jelajah gajah. Menurut dia, WWF selama ini berkontribusi dalam upaya mitigasi penanganan konflik tersebut.

Caranya lewat kerja sama dengan BKSDA Riau dan Balai TNTN telah mengoperasikan tim gajah reaksi cepat "Flying Squad" sejak April 2004. Flying Squad terdiri dari empat ekor gajah terlatih dan delapan orang pawang (mahot).

"Sejak dioperasikannya tim ini hingga 2010, tingkat kerugian masyarakat dapat ditekan hingga 75 persen," katanya.

Selain itu, ia mengatakan WWF Indonesia juga membantu masyarakat sekitar TNTN untuk meningkatkan ekonomì mereka. Caranya melalui pembentukan koperasi Petani Madu Hutan Sialang dan pendampingan kepada petani swadaya kebun sawit yang mencakup 349 kepala keluarga di Kecamatan Ukui di kawasa.

Pewarta: FB Anggoro

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013