Pontianak (Antara Kalbar) - Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR RI Mohammad Jafar Hafsah mengimbau pemerintah daerah untuk mendukung produksi pangan dalam negeri dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi petani.

"Agar tidak impor, tingkatkan produksi dalam negeri," katanya kepada wartawan di Politeknik Negeri Pontianak, Selasa.

Menurut dia, agar tidak melakukan impor bahan pangan, pemerintah daerah dapat mendukung produksi pangan dalam negeri dengan mendukung para petaninya, seperti memberikan subsidi, memberikan kredit, dan jangan hanya mengurusi perusahaan swasta saja.

Pemerintah daerah perlu didesak melakukan itu dengan membuat kontrak politik menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Jangan hanya perusahaan saja yang diberikan. Jangan ngomong kenceng-kenceng, tetapi setelah terpilih tidak dilaksanakan," katanya lagi.

Jafar Hafsah berkunjung ke Kalbar guna melakukan pertemuan dengan perguruan tinggi setempat, meliputi Universitas Tanjungpura dan Politeknik Negeri Pontianak, membahas persoalan ketahanan pangan dan perbatasan.

Terkait dengan ketahanan pangan, dia menjelaskan akhir-akhir ini Indonesia sedang dihadapkan pada persoalan kelangkaan sejumlah bahan pangan, seperti daging, bawang merah, bawang putih, dan cabai.

Menurut dia, pelaku ekonomi Indonesia adalah masyarakat, rakyat, dan pemangku kepentingan. Masalah pangan sesuai dengan permintaan dan penawaran.

Ia menegaskan bahwa Indonesia memproduksi sesuai dengan permintaan, sementara Indonesia sendiri merupakan negara yang besar dengan jumlah penduduk yang besar sehingga kebutuhannya pun menjadi besar pula.

Oleh karena itu, pengaturannya harus dengan "high" manajemen, pelakunya harus serius, dan dari pihak pemerintah, yakni Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan harus bekerja keras agar produksi dalam negeri tetap berjalan dan tidak perlu impor.

Kalaupun ada impor, katanya lagi, harus ada aturan harga yang bagus. Kementerian harus menyusun regulasi. Menteri Perdagangan harus lebih "concern".

"Tentu Menteri Perdagangan jangan urus Presiden dahulu, tetapi urus bawang putih dan bawang merah. Kalau tidak bisa urus itu, ya, sudahlah...," katanya.

Ia mengatakan bahwa bawang putih merupakan tanaman subtropis sehingga produksinya relatif rendah di Indonesia, padahal kebutuhannya relatif cukup tinggi. Sebanyak 90 persen kebutuhan bawang putih dipasok dari impor, dan hanya 10 persen dari produksi dalam negeri.

"Maka, sudah manajemen impor. Untuk impor tidak susah asal ada uang ada barang," katanya lagi.

Jafar Hafsah mempertanyakan kalau, seperti bawang putih, bawang merah, cabai, dan beras biasanya banyak diperlukan saat hari-hari besar keagamaan. Kali ini, sedang tidak ada hari besar keagamaan tetapi malah sulit didapat.

Kemudian disebut-sebut karena faktor iklim, padahal setiap tahunnya memang selalu ada kemarau dan hujan.

"Harusnya ada upaya antisipasi menghadapi keadaan tersebut," kata mantan Direktur Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan (2002--2005) itu.

Oleh karena itu, jika pun harus impor, pengelolaannya harus dengan manajemen impor dan harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Pemerintah yang mengatur, memberikan izin impor dengan kriteria-kriteria tertentu, misalnya, harus dilakukan oleh importir sejati yang memiliki gudang dengan "track record" yang bagus dan dijalankan dengan baik. Jika barang yang akan diimpor jumlahnya terbatas atau sedikit, maka dapat diberlakukan kebijakan dengan meninggikan syaratnya.

Namun begitu, Jafar Hafsah tidak memungkiri untuk kasus kelangkaan bahan pangan akhir-akhir ini juga ada keterlibatan mafia di dalamnya. "Pemerintah dan petugas tidak bisa mengimbangi mafia," katanya.

Misalnya, untuk kasus bawang putih yang ada importirnya. Begitu harga naik, maka mafia akan masuk. "Itu tidak boleh. Harus dibakar itu (bawang putih, red.)," katanya.

Maka dari itu, agar tidak perlu melakukan impor dia mengimbau pemerintah daerah mendukung usaha pertanian pangan untuk meningkatkan produksi dalam negeri dengan memberikan iklim yang kondusif bagi para petani.

Pemerintah daerah memberikan kemudahan dalam pengajuan kredit, memberikan subsidi dan menyiapkan lahan pertanian yang baik.

Kebutuhan bawang putih Indonesia hanya sekitar 450 ribu ton, semestinya bisa diatasi dengan produksi dalam negeri. Pemerintah daerah dapat menyiapkan lahan pertanian, misalnya, seluas 45 ribu hektare untuk petani agar bisa menanam bawang putih.

(N005/D007) 

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013