Denpasar (Antara Kalbar) - Umat Hindu Dharma di Bali, Sabtu merayakan Hari suci Kuningan, rangkaian Hari Raya Galungan yang bermakna memperingati Kemenangan Dharma (kebaikan) melawaan Adharma (keburukan).
Pada hari raya yang jatuh sepuluh hari setelah Galungan, umat Hindu menghaturkan sesaji (sesajen) di Pura, tempat suci umum mupun merajan, sarana ibadah milik keluarga masing-masing.
Umat Hindu di Denpasar dan sekitarnya setelah melakukan persembahyangan di tempat suci keluarga umumnya melakukan kegiatan yang sama di Pura Jagatnatha di jantung ibu kota Provinsi Bali.
Seusai melakukan persembahyangan di Pura Jagatnatha, mereka banyak yang melakukan hal sama ke Pura Sakenan di Kelurahan Serangan, 12 km arah selatan dari pusat kota Denpasar.
Mengenakan busana adat Bali, umat berduyun-duyun ke Pura Sakenan, tempat suci yang sebelumnya terpisah dari daratan Pulau Dewata. Umat Hindu sebelum tahun 2000 menuju Pura Sakenan menggunakan jasa perahu motor atau jukung.
Namun sekarang lokasi tersebut menyatu dengan daratan Pulau Dewata, setelah adanya reklamasi dan perluasan lahan yang dilakukan sebuah perusahaan swasta nasional, sehingga daerah Pulau Serangan itu kini menyatu dengan daratan Bali.
Masyarakat dengan mudah kini dapat menjangkau lokasi Pura Sakenan menggunakan kendaraan bermotor. Hari Raya Kuningan jatuh bertepatan dengan upacara besar (piodalan) di Pura Sakenan. Persembahyangan berlangsung sejak pagi hingga sore hari, bahkan berlanjut hingga empat hari sampai 9 April 2013.
Bendesa Adat Serangan I Wayan Astawa mengharapkan umat Hindu tidak melakukan persembahyangan serentak pada Hari Kuningan, guna menghindari antrean karena kegiatan itu berlangsung hingga 9 April 2013.
Pihak panitia dan bendesa adat Serangan dalam mengantisipasi membeludaknya umat bersembahyang ke Pura Sakenan menerapkan antrean masuk ke mandala utama (areal inti), agar ritual berlangsung tertib dan khusyuk.
Selain itu menyediakan areal parkir yang cukup luas untuk sepeda motor dan mobil serta koordinasi dengan pecalang, keamanan desa adat setempat.
Pura Sakenan, salah satu Pura "Sad Kahyangan" (pura besar) memiliki keunikan dan keistimewaan dibanding tempat suci lainnya di Pulau Dewata, yakni terdapat "Persada" berupa bangunan bertingkat-tingkat seperti limas.
Menurut sejarah Pura Sakenan dibangun oleh Asthapaka, seorang pendeta Budha. Hal itu dilakukan karena sang pendeta kagum terhadap keindahan laut dan daratan yang terpadu.
Sang pendeta di tempat itu merasakan ada suatu kekuatan suci, yang dinilai sangat baik untuk memuja Tuhan demi keselamatan dan kesejahteraan umat manausia.
Jalan-jalan di kota Denpasar dan sekitarnya pada Hari Suci Kuningan agak lengang dibanding suasana hari-hari kerja, kecuali pada jalur bebas hambatan Sanur-Nusa Dua menuju Pura Sakenan arus kendaraan cukup padat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Pada hari raya yang jatuh sepuluh hari setelah Galungan, umat Hindu menghaturkan sesaji (sesajen) di Pura, tempat suci umum mupun merajan, sarana ibadah milik keluarga masing-masing.
Umat Hindu di Denpasar dan sekitarnya setelah melakukan persembahyangan di tempat suci keluarga umumnya melakukan kegiatan yang sama di Pura Jagatnatha di jantung ibu kota Provinsi Bali.
Seusai melakukan persembahyangan di Pura Jagatnatha, mereka banyak yang melakukan hal sama ke Pura Sakenan di Kelurahan Serangan, 12 km arah selatan dari pusat kota Denpasar.
Mengenakan busana adat Bali, umat berduyun-duyun ke Pura Sakenan, tempat suci yang sebelumnya terpisah dari daratan Pulau Dewata. Umat Hindu sebelum tahun 2000 menuju Pura Sakenan menggunakan jasa perahu motor atau jukung.
Namun sekarang lokasi tersebut menyatu dengan daratan Pulau Dewata, setelah adanya reklamasi dan perluasan lahan yang dilakukan sebuah perusahaan swasta nasional, sehingga daerah Pulau Serangan itu kini menyatu dengan daratan Bali.
Masyarakat dengan mudah kini dapat menjangkau lokasi Pura Sakenan menggunakan kendaraan bermotor. Hari Raya Kuningan jatuh bertepatan dengan upacara besar (piodalan) di Pura Sakenan. Persembahyangan berlangsung sejak pagi hingga sore hari, bahkan berlanjut hingga empat hari sampai 9 April 2013.
Bendesa Adat Serangan I Wayan Astawa mengharapkan umat Hindu tidak melakukan persembahyangan serentak pada Hari Kuningan, guna menghindari antrean karena kegiatan itu berlangsung hingga 9 April 2013.
Pihak panitia dan bendesa adat Serangan dalam mengantisipasi membeludaknya umat bersembahyang ke Pura Sakenan menerapkan antrean masuk ke mandala utama (areal inti), agar ritual berlangsung tertib dan khusyuk.
Selain itu menyediakan areal parkir yang cukup luas untuk sepeda motor dan mobil serta koordinasi dengan pecalang, keamanan desa adat setempat.
Pura Sakenan, salah satu Pura "Sad Kahyangan" (pura besar) memiliki keunikan dan keistimewaan dibanding tempat suci lainnya di Pulau Dewata, yakni terdapat "Persada" berupa bangunan bertingkat-tingkat seperti limas.
Menurut sejarah Pura Sakenan dibangun oleh Asthapaka, seorang pendeta Budha. Hal itu dilakukan karena sang pendeta kagum terhadap keindahan laut dan daratan yang terpadu.
Sang pendeta di tempat itu merasakan ada suatu kekuatan suci, yang dinilai sangat baik untuk memuja Tuhan demi keselamatan dan kesejahteraan umat manausia.
Jalan-jalan di kota Denpasar dan sekitarnya pada Hari Suci Kuningan agak lengang dibanding suasana hari-hari kerja, kecuali pada jalur bebas hambatan Sanur-Nusa Dua menuju Pura Sakenan arus kendaraan cukup padat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013