Bandung (Antara Kalbar) - Persatuan Gatrologi Indonesia mencatat penderita kanker usus di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, tak kurang sebanyak lima orang mengalami penyakit yang disebabkan oleh sembelit tersebut.
Sekjen PB Persatuan Gastrologi Indonesia Dr dr Ari Fachrial Syam, SpPD-KGEH, FACG di Bandung, Minggu, mengatakan ketidaktahuan masyarakat mengenai sembelit membuat mereka kerap kali mengabaikan penyebabnya, sehingga kanker usus sebagai penyakit ke- 3 yang sering di jumpai di setiap rumah sakit.
"Ada orang yang mengaku dengan santai bahwa dirinya ketika buang air besar (BAB) melakukannya hanya sekali dalam 1 minggu. Meski pun bentuk kotorannya normal, hal seperti ini tidak bisa dikatakan normal. Bahkan cenderung berbahaya," katanya keti berbicara "Aksi Lancar Dulcolax Waspadai Sembelit Kronis dan Komplikasi".
Dalam keterangan tertulisnya, Ari Fachrial mengatakan, kalau berbicara soal kotoran (BAB), itu sama saja racun. Jika BAB tak rutin, maka racun akan menempel di dinding usus.
Menurut Ari, jika sudah seperti ini, maka ini masuk ke dalam gejala konstipasi, yaitu gejala defekasi yang tidak memuaskan, yang ditandai dengan BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu.
Normalnya seseorang melakukan BAB, tambah Ari, adalah dua kali dalam sehari. "Paling telat pun, tiga hari sekali. Tapi, yang seperti itu jarang terjadi," katanya.
Untuk itu, Ari berpesan agar masyarakat lebih peduli dengan pencernaannya karena akan berdampak baik untuk kesehatannya.
Ari menambahkan, hampir semua orang pernah merasakan sulit buang air besar (konstipasi). Tapi, penderita gangguan cerna satu ini paling banyak diderita oleh para wanita.
Menurutnya, semua itu terjadi dikarenakan faktor hormonal pada wanita. "Misalnya kurangnya aktivitas fisik yang dilakukannya ketimbang para pria," ujar Ari.
Tidak hanya aktivitas fisik, tambah Ari, yang membuat wanita lebih rentan untuk sembelit. Faktor psikis pun ikut serta di dalamnya.
Bagi para penderita sembelit kronis sebenarnya bisa di atasi dengan menerapkan pola hidup sehat dan dapat mengkonsumsi laktasit yang mengandung besacodyl sehingga aman buat tubuh.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Sekjen PB Persatuan Gastrologi Indonesia Dr dr Ari Fachrial Syam, SpPD-KGEH, FACG di Bandung, Minggu, mengatakan ketidaktahuan masyarakat mengenai sembelit membuat mereka kerap kali mengabaikan penyebabnya, sehingga kanker usus sebagai penyakit ke- 3 yang sering di jumpai di setiap rumah sakit.
"Ada orang yang mengaku dengan santai bahwa dirinya ketika buang air besar (BAB) melakukannya hanya sekali dalam 1 minggu. Meski pun bentuk kotorannya normal, hal seperti ini tidak bisa dikatakan normal. Bahkan cenderung berbahaya," katanya keti berbicara "Aksi Lancar Dulcolax Waspadai Sembelit Kronis dan Komplikasi".
Dalam keterangan tertulisnya, Ari Fachrial mengatakan, kalau berbicara soal kotoran (BAB), itu sama saja racun. Jika BAB tak rutin, maka racun akan menempel di dinding usus.
Menurut Ari, jika sudah seperti ini, maka ini masuk ke dalam gejala konstipasi, yaitu gejala defekasi yang tidak memuaskan, yang ditandai dengan BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu.
Normalnya seseorang melakukan BAB, tambah Ari, adalah dua kali dalam sehari. "Paling telat pun, tiga hari sekali. Tapi, yang seperti itu jarang terjadi," katanya.
Untuk itu, Ari berpesan agar masyarakat lebih peduli dengan pencernaannya karena akan berdampak baik untuk kesehatannya.
Ari menambahkan, hampir semua orang pernah merasakan sulit buang air besar (konstipasi). Tapi, penderita gangguan cerna satu ini paling banyak diderita oleh para wanita.
Menurutnya, semua itu terjadi dikarenakan faktor hormonal pada wanita. "Misalnya kurangnya aktivitas fisik yang dilakukannya ketimbang para pria," ujar Ari.
Tidak hanya aktivitas fisik, tambah Ari, yang membuat wanita lebih rentan untuk sembelit. Faktor psikis pun ikut serta di dalamnya.
Bagi para penderita sembelit kronis sebenarnya bisa di atasi dengan menerapkan pola hidup sehat dan dapat mengkonsumsi laktasit yang mengandung besacodyl sehingga aman buat tubuh.
(Ant News)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013