Pontianak (Antara Kalbar) - Sekitar 300 unit meriam karbit akan memeriahkan menyambut malam Lebaran 1434 Hijriah, di sepanjang tepian Sungai Kapuas, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.
"Hingga saat ini sudah sebanyak 49 kelompok yang mendaftar untuk mengikuti festival meriam karbit tahun 2013, dengan masing-masing satu kelompok menampilkan lima hingga delapan unit meriam karbit," kata Ketua Umum Forum Komunikasi Meriam Karbit tahun 2013 Syamsul Bahri di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, festival meriam karbit tersebut memperebutkan hadiah dari wali kota Pontianak dengan total Rp35 juta, serta piagam.
"Festival mulai digelar pada malam Lebaran hingga selesai, adapun yang dinilai, yakni kekompakan suara meriam karbit dalam suatu kelompok, motif, dan dekorasi panggung tiap peserta festival tersebut," ungkapnya.
Menurut Syamsul hingga saat ini persiapan untuk pelaksanaan festival meriam karbit itu sudah sekitar 50 persen, baik panitianya sendiri maupun kelompok yang akan mengikuti festival tersebut.
Syamsul menambahkan, proses pembuatan meriam karbit tersebut terbilang rumit karena terbuat dari kayu durian dan pohon kelapa yang cukup keras atapun pohon lainnya. Pohon tersebut kemudian dibelah untuk dibuang isinya.
"Pohon durian dan kelapa yang telah di belah kemudian diikat menggunakan tali rotan yang sedikitnya membutuhkan 100 kilogram rotan per meriam itu, lalu disikat hingga menjadi bersih dan dicat dengan warna yang menarik," ujarnya.
Sehingga diperkirakan untuk lima unit meriam karbit paling tidak membutuhkan biaya sekitar Rp15 juta. "Biaya sebesar itu, bagi kelompok yang sudah memiliki kayu meriam tahun sebelumnya, kalau yang membuat dari awal maka dibutuhkan sekitar Rp30 juta untuk lima unit meriam," katanya.
Ketua Umum Forum Komunikasi Meriam Karbit tahun 2013 menambahkan, sejarah meriam diawali dengan berdirinya kerajaan Kesultanan Kadariah Pontianak yang telah didirikan oleh Sultan Pontianak I (1771-1808) Syarif Abdurrahman Alkadrie.
"Menurut cerita, pada saat Sultan Pontianak mau mendirikan Keraton dan Masjid Jami terlebih dahulu dengan dibunyikan meriam yang dipercaya untuk mengusir hantu kuntilanak, selain itu dibunyikannya meriam juga sebagai informasi untuk masuknya azan magrib dan sarana lainnya," kata Syamsul.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka masyarakat Melayu Kota Pontianak yang bermukim di sepanjang Sungai Kapuas mengikuti dan melestarikan tradisi itu dengan membuat meriam dari batang kayu dengan bahan baku karbit untuk menyalakan dan pemicu bunyi khas tersebut.
Wali Kota Pontianak Sutarmidji menyambut baik, masih dilestarikannya permainan meriam karbit oleh masyarakat.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Hingga saat ini sudah sebanyak 49 kelompok yang mendaftar untuk mengikuti festival meriam karbit tahun 2013, dengan masing-masing satu kelompok menampilkan lima hingga delapan unit meriam karbit," kata Ketua Umum Forum Komunikasi Meriam Karbit tahun 2013 Syamsul Bahri di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, festival meriam karbit tersebut memperebutkan hadiah dari wali kota Pontianak dengan total Rp35 juta, serta piagam.
"Festival mulai digelar pada malam Lebaran hingga selesai, adapun yang dinilai, yakni kekompakan suara meriam karbit dalam suatu kelompok, motif, dan dekorasi panggung tiap peserta festival tersebut," ungkapnya.
Menurut Syamsul hingga saat ini persiapan untuk pelaksanaan festival meriam karbit itu sudah sekitar 50 persen, baik panitianya sendiri maupun kelompok yang akan mengikuti festival tersebut.
Syamsul menambahkan, proses pembuatan meriam karbit tersebut terbilang rumit karena terbuat dari kayu durian dan pohon kelapa yang cukup keras atapun pohon lainnya. Pohon tersebut kemudian dibelah untuk dibuang isinya.
"Pohon durian dan kelapa yang telah di belah kemudian diikat menggunakan tali rotan yang sedikitnya membutuhkan 100 kilogram rotan per meriam itu, lalu disikat hingga menjadi bersih dan dicat dengan warna yang menarik," ujarnya.
Sehingga diperkirakan untuk lima unit meriam karbit paling tidak membutuhkan biaya sekitar Rp15 juta. "Biaya sebesar itu, bagi kelompok yang sudah memiliki kayu meriam tahun sebelumnya, kalau yang membuat dari awal maka dibutuhkan sekitar Rp30 juta untuk lima unit meriam," katanya.
Ketua Umum Forum Komunikasi Meriam Karbit tahun 2013 menambahkan, sejarah meriam diawali dengan berdirinya kerajaan Kesultanan Kadariah Pontianak yang telah didirikan oleh Sultan Pontianak I (1771-1808) Syarif Abdurrahman Alkadrie.
"Menurut cerita, pada saat Sultan Pontianak mau mendirikan Keraton dan Masjid Jami terlebih dahulu dengan dibunyikan meriam yang dipercaya untuk mengusir hantu kuntilanak, selain itu dibunyikannya meriam juga sebagai informasi untuk masuknya azan magrib dan sarana lainnya," kata Syamsul.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka masyarakat Melayu Kota Pontianak yang bermukim di sepanjang Sungai Kapuas mengikuti dan melestarikan tradisi itu dengan membuat meriam dari batang kayu dengan bahan baku karbit untuk menyalakan dan pemicu bunyi khas tersebut.
Wali Kota Pontianak Sutarmidji menyambut baik, masih dilestarikannya permainan meriam karbit oleh masyarakat.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013