Beijing (Antara Kalbar) - Menteri Pariwisata dan Ekonom Kreatif Mari Elka Pangestu mengakui kuliner Indonesia masih memerlukan promosi, agar benar-benar menjadi salah satu ikon Indonesia di mancanegara.

Serangkaian kunjungan kerjanya ke China pada 11-15 November, Mari mengatakan kuliner menjadi bagian penting dalam mempromosikan eksistensi sebuah destinasi. "Apalagi Indonesia yang beragam dengan budaya dan kulinernya," katanya.

Terkait itu Indonesia, telah menetapkan 30 ikon kuliner tradisional Indonesia sejak 14 Desember 2012. "Ke-30 ikon kuliner itu mewakili tradisi dan kuliner sebagian besar Indonesia, dan semuanya ditetapkan atas kriteria tertentu, antara lain semua bahan atau bumbunya mudah didapat dimana saja, di negara mana saja," ungkapnya.

Namun, lanjut dia, kuliner Indonesia terutama 30 ikon yang telah ditetapkan masih belum banyak dikenal dan masih perlu lebih gencar di promosikan, antara lain dengan meminta setiap perwakilan RI di mancanegara untuk selalu menyajikan 30 atau beberapa dari 30 ikon kuliner Indonesia tersebut dalam setiap kegiatan malam resepsi Indonesia atau malam kebudayaan Indonesia.

"Jadi, benar-benar kuliner Indonesia itu terpromosikan. Karena jika kita berharap ada restoran Indonesia di setiap negara masih belum bisa, terlebih di Beijing saja keberadaan restoran Indonesia masih buka-tutup-buka-tutup," katanya.

Kemenparekraf bekerja sama dengan pakar-pakar kuliner Indonesia dan chef professional yang digawangi oleh Chef Vindex Tengker telah menuliskan buku dan resep paten yang menyatukan cita rasa dari 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia. Resep tersebut diharapkan bisa menyatukan segala perbedaan rasa dari penggunaan bahan dan rempah yang berbeda di setiap daerah di Indonesia.

"Masing-masing ikon ditampilkan dengan menyebutkan nama daerah asalnya misalnya "Asinan Jakarta", "Soto Ayam Lamongan", "Tahu Telur Surabaya", dan "Rawon Surabaya" dan seterusnya," kata Mari.

Setiap ikon kuliner ditampilkan disertai dengan kandungan nutrisinya, dan harus memiliki cerita filosofi dari ikon kuliner tersebut. "Misalnya cerita atau filosofi di balik Nasi Tumpeng Nusantara, yang menyimbolkan persembahan dan sebagainya," tutur Mari.

Jejak kuliner Indonesia di China ditandai dengan keberadaan beberapa restoran Indonesia seperti Restoran Padang (Beijing) yang menampilkan tidak saja kuliner asal Padang tetapi juga beberapa daerah lain seperti Jawa Barat dan Jawa Timur, Restoran Bali Bistro dan Made in Indonesia  (Shanghai) serta ERestoran Pandan Indonesia di Guangzhou, Provinsi Guandong.

Salah satu anggota tim kelompok kerja (pokja) 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia William Wongso mengatakan kemunculan restoran-restoran Indonesia di luar negeri dirasa  belum cukup mempopulerkan hidangan Indonesia.

Pasalnya, keautentikan cita rasa kuliner Indonesia yang kaya akan rempah masih disesuaikan dengan lidah masarakat lokal di setiap negara tempat restoran Indonesia berdiri.

"Sekarang ini belum ada 'guide line' yang jelas, karena setiap restoran coba menginterpretasikan dan yang membuat semakin parah menurut saya, mereka mencoba menyesuaikan dengan selera masyarakat lokal di luar negeri sehingga autentikannya hilang," ujarnya menyayangkan.  
    
Bangsa Indonesia terlalu takut jika cita rasa dari kekayaan rempah di Indonesia tidak begitu diminati masyarakat lokal di luar negeri. "Padahal sekarang di dunia itu setiap negara ingin menampilkan cita rasa aslinya di dunia internasional," lanjut William.

    

Pewarta: Rini Utami

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013