Bogor (Antaran Kalbar) - Kementerian Agama tidak akan memberikan hak istimewa ataupun memperlakukan diskriminasi dalam memberi pelayanan terhadap pemeluk agama, meski Undang-Undang Administrasi Penduduk menyebutkan bahwa setiap warga negara harus mencantumkan pilihan agama dalam kartu tanda penduduk (KTP).

Setiap pemeluk agama di Tanah Air bebas melaksanakan dan mengamalkan agama yang dianutnya masing-masing, kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama, H. Zubaidi di Bogor, Rabu malam seusai membuka acara sinkronisasi data Kemenag.

Kementerian Agama tidak akan melakukan diskriminasi meski pada UU Adminduk menyebut warga yang memeluk aliran kepercayaan diharapkan dapat memilih satu di antara agama yang sudah diakui pemerintah, katanya.

Pada acara itu hadir para peserta dari seluruh provinsi, para pengelola data dari eselon satu pusat. Termasuk Kepala Bidang Data Pinmas Sulistyowati, Kasubdit Data Pendidikan Rosidin, Kesubdit Data Keagamaan Sutaji.

UU Adminduk baru disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Para anggota dewan sepakat memutuskan Rancangan Undang-Undang Administrasi Kependudukan menjadi UU Adminduk dalam rapat paripurn, Selasa, 26 November 2013. UU tersebut merupakan revisi terhadap Undang-Undang Administrasi Kependudukan  Nomor 23 Tahun 2006.

Dalam UU Adminduk disebutkan setiap warga harus memilih dan mencantumkan agama yang diakui pemerintah. Agama yang diakui pemerintah, menurut Kementerian Agama adalah Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghuchu. Menurut Zubaidi, di Indonesia masih ada agama-agama lain di luar agama yang sudah diakui. Tetapi bukan berarti lantas memperlakukannya secara diskiriminatif.

"Tidak ada perlakukan seperti itu, mereka tetap bebas dapat menjalankan ibadahnya," ia menjelaskan.

Hanya saja, lanjut dia, pelayanan pemerintah terhadap penganut di luar agama yang sudah diakui itu tentu tidak bisa disamakan dengan agama yang pemeluknya lebih besar. Seperti Konghuchu, pemeluknya tidak sebanyak umat Islam atau pun Kristen. Mereka bisa menjalankan ibadahnya dengan baik.

Memang di Kementerian Agama tidak ada Dirjen Konghuchu. Namun untuk melayani umat terhadap agama yang penganutnya besar, seperti Islam ada  Dirjen Pendidikan Islam (Pendis), Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam. Demikian juga untuk Hindu, ada Bimas Hindu, seterusnya Bimas Buddha dan Kristen. Kenapa? Alasannya, karena belum cukup efisien jika punya Dirjen Konghuchu. Tapi, untuk pelayanan tetap ada. "Yang penting soal pelayanan. Tidak ada diskriminasi soal ini," ia menambahkan.

Terkait dengan pencantuman agama sebagai identitas dalam KTP, Zubaidi menyatakan, dari dulu hingga kini harus disikapi hati-hati. Agama adalah wilayah sensitif, namun patut disyukuri bahwa dengan adanya UU Adminduk akan memberikan kepastian hukum dan kejelasan jati diri seseorang. Semua perjalanan hidup seseorang tercatat mulai lahir hingga meninggal. Hal itu erat kaitannya juga dengan kepentingan seseorang ketika menikah, tentu dilakukan dengan tuntutan agama apa. Ketersediaan buku nikah. Juga, pada hal lain seperti  pembuatan akte kelahiran, pembuatan paspor dan urusan dokumen lainnya.

Pewarta: Edy Supriatna Sjafei

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013