PBB, New York (Antara Kalbar/Xinhua-OANA) - Pengungsi anak-anak Suriah di Lebanon dan Jordania menderita akibat tekanan psikologi, dan banyak di antara mereka hidup sendirian atau terpisah dari orang tua mereka.

Anak-anak itu juga tak memperoleh pendidikan serta terlibat dalam praktek tenaga kerja anak, demikian laporan baru PBB.

Laporan tersebut, yang berjudul "Future of Syria --Refugee Children in Crisis" dan disiarkan pada Jumat (29/11), adalah penelitian mendalam pertama yang dilancarkan oleh Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNCHR) mengenai pengungsi anak-anak Suriah sejak konflik di Suriah meletus pada Maret 2011.

Menurut laporan itu, banyak pengungsi anak-anak Suriah tumbuh-besar dalam keluarga yang berantakan, dan seringkali menjadi tulang-punggung nafkah keluarga. Lebih dari 70.000 keluarga pengungsi Suriah hidup tanpa ayah, dan lebih dari 3.700 pengungsi anak-anak tak memiliki pendamping atau terpisah dari kedua orang tua mereka.

Banyak keluarga pengungsi mengirim anak mereka untuk bekerja guna menjamin kelangsungan hidup mereka. Di Jordania dan Lebanon, para peneliti mendapati anak yang berumur tujuh tahun harus bekerja lama dalam sehari dengan bayaran kecil, kadang-kala dalam kondisi yang berbahaya atau dieksploitasi.

Juga banyak bayi dilahirkan di tempat pengasingan tanpa memperoleh surat kelahiran.

"Jika kita tidak segera bertindak, satu generasi tanpa dosa akan menjadi korban langgeng perang yang mengerikan," kata Antonio Guterres, Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi, di dalam kata pengantar laporan tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu malam.

Juga di dalam kata pengantar itu, Utusan Khusus UNHCR Angelina Jolie mengatakan, "Dunia harus bertindak untuk menyelamatkan satu generasi anak Suriah yang dirundung trauma, terkucil dan menderita akibat bencana."
   
Konflik yang berkecamuk di Suriah meninggalkan luka emosi dan psikis pada lebih dari 1,1 juta pengungsi anak-anak Suriah, kata laporan tersebut.

Laporan itu memberi perincian mengenai kehidupan yang menyakitkan berupa terkucil, tersingkir dan tak-aman yang dialami banyak pengungsi anak-anak.

Laporan tersebut juga memasukkan banyak kesaksian dari anak-anak. Di antara mereka yang diwawancarai, 29 persen mengatakan mereka meninggalkan rumah mereka sekali dalam satu pekan atau kurang. Rumah mereka seringkali adalah apartemen yang penuhi penghuni, tempat berteduh sementara atau tenda.

Di Lebanon, enam bulan pertama 2013 menyaksikan 741 pengungsi anak-anak Suriah diruju ke rumah sakit untuk pengobatan luka-luka mereka. Di Jordania, lebih dari 1.000 anak di Kamp Pengungsi Za'atri telah dirawat karena luka yang berkaitan dengan perang selama satu tahun belakangan.

Guterres dan Angelina Jolie menyeru tetangga Suriah agar tetap membuka perbatasan mereka, meningkatkan layanan mereka dan mendukung masyarakat penampung. Mereka juga menyeru negara di luar perbatasan Suriah agar menawarkan permukiman dan perlindungan kemanusiaan buat orang yang terus merasa tidak aman di pengasingan serta keluarga dengan anak-anak yang menderita luka serius.

(Chaidar)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013