Surabaya (Antara Kalbar) - Sebanyak 250 rumah sakit di Indonesia secara bertahap siap mengembangkan pengobatan tradisional, herbal maupun alternatif.
"Secara bertahap pengobatan tradisional ini dikembangkan. Salah satu rumah sakit yang sudah mengembangkan yakni RSUD Soetomo Surabaya yang kini sudah lebih maju," kata Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Kementerian Kesehatan Dedi Kuswenda di acara simposium internasional "TradCAM" (traditional complimentary and alternative medicine) yang diselenggarakan di Surabaya, Sabtu.
Selain rumah sakit, lanjut dia, pengobatan tradisional juga diajarkan di perguruan tinggi salah satunya Universitas Airlangga (Unair). "Bahkan pengobatan akupuntur juga didalami," ujarnya.
Ia mengatakan perkembangan pengobatan tradisional di Indonesia hingga saat ini cukup baik. Sehingga pihaknya berharap masyarakat bisa mendapatkan pengobatan tradisional dengan baik tanpa mengandung zat-zat kimia yang membahayakan tubuh.
"Jadi jamu bisa digunakan untuk kebugaran dan kesehatan tubuh," katanya.
Dedi mengatakan pengobatan tradisional itu penting bagi masyarakat sebagai alternatif. "Yang menentukan pasien sendiri, kalau merasa cocok dengan jamu ya tidak masalah," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya terus mengembangkan pengobatan tradisonal melalui rumah sakit yang ada. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan Kemenkes terus memantau peredaran obat tradisional yang tidak mendapatkan izin dari Kemenkes atau dinas kesehatan terkait.
"Sertifikasi tetap dibutuhkan. Selain itu, kami juga intensif melakukan penertiban kepada penjual obat tradisional yang tidak menaati aturan," katanya.
Ketua panitia pengarah simposium, Puruhito mengatakan simposium ini dihadiri para pakar dari Thailand, Jepang, Filipina, Tiongkok, Malaysia, dan Indonesia.
Ia mengatakan pengobatan tradisional di dunia sudah berkembang pesat, seperti 'battra' di Tiongkok ada 30 persen dan di Amerika ada 20 persen, bahkan di Amerika ada 30-an fakultas yang mempelajari 'battra' secara konsisten.
"Indonesia sudah seharusnya memiliki pengobatan tradisional yang lebih dikenal dari negara lain, seperti halnya Tiongkok, karena Indonesia memiliki keanekaragaman biologik terbesar di dunia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Secara bertahap pengobatan tradisional ini dikembangkan. Salah satu rumah sakit yang sudah mengembangkan yakni RSUD Soetomo Surabaya yang kini sudah lebih maju," kata Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Kementerian Kesehatan Dedi Kuswenda di acara simposium internasional "TradCAM" (traditional complimentary and alternative medicine) yang diselenggarakan di Surabaya, Sabtu.
Selain rumah sakit, lanjut dia, pengobatan tradisional juga diajarkan di perguruan tinggi salah satunya Universitas Airlangga (Unair). "Bahkan pengobatan akupuntur juga didalami," ujarnya.
Ia mengatakan perkembangan pengobatan tradisional di Indonesia hingga saat ini cukup baik. Sehingga pihaknya berharap masyarakat bisa mendapatkan pengobatan tradisional dengan baik tanpa mengandung zat-zat kimia yang membahayakan tubuh.
"Jadi jamu bisa digunakan untuk kebugaran dan kesehatan tubuh," katanya.
Dedi mengatakan pengobatan tradisional itu penting bagi masyarakat sebagai alternatif. "Yang menentukan pasien sendiri, kalau merasa cocok dengan jamu ya tidak masalah," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya terus mengembangkan pengobatan tradisonal melalui rumah sakit yang ada. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan Kemenkes terus memantau peredaran obat tradisional yang tidak mendapatkan izin dari Kemenkes atau dinas kesehatan terkait.
"Sertifikasi tetap dibutuhkan. Selain itu, kami juga intensif melakukan penertiban kepada penjual obat tradisional yang tidak menaati aturan," katanya.
Ketua panitia pengarah simposium, Puruhito mengatakan simposium ini dihadiri para pakar dari Thailand, Jepang, Filipina, Tiongkok, Malaysia, dan Indonesia.
Ia mengatakan pengobatan tradisional di dunia sudah berkembang pesat, seperti 'battra' di Tiongkok ada 30 persen dan di Amerika ada 20 persen, bahkan di Amerika ada 30-an fakultas yang mempelajari 'battra' secara konsisten.
"Indonesia sudah seharusnya memiliki pengobatan tradisional yang lebih dikenal dari negara lain, seperti halnya Tiongkok, karena Indonesia memiliki keanekaragaman biologik terbesar di dunia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014