Pontianak (Antara Kalbar) - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menyatakan PT Pertamina Gas, anak perusahaan Pertamina tidak boleh diakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk karena sama juga dengan menyerahkanya pada asing, kata Direktur Puskepi Sofyano Zakaria

"Ini bukan soal pindah koordinasi, tapi ada unsur privatisasi diam-diam karena PGN adalah perusahaan terbuka yangg sahamnya juga dimiliki asing sehingga berbahaya bagi masa depan energi gas dan ini bisa menuai protes publik," kata Sofyano Zakaria dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Minggu.

Sofyano menjelaskan untuk sebuah BUMN yang akan dilebur, berbeda kondisinya bila diprivatisasi seperti hal ini. Peleburan BUMN untuk mempersingkat birokrasi menurunkan, biaya, overhead atau sinergi pasar itu bisa, tetapi berbeda dalam konteks PGN atau Pertagas karena keduanya tidak bisa disatukan karena beda format.

"Yang satu belum perusahaan Tbk dan masih ada tugas pengembangan gas kota (yang merupakan proyek pioneer dan belum tentu untung), sedangkan lainnya BUMN yang prioritasnya untung sebesar-besarnya," ujarnya.

Hal itu disampikan oleh, Direktur Puskepi terkait rencana Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk menggabungkan PT Pertagas kedalam PT PGN Tbk.

Sofyano menyatakan penggabungan Pertagas kedalam PT PGN Tbk bertentangan dengan Kementerian BUMN sebelumnya, pertama, kementerian BUMN justru berkehendak menggabungkan PGN dengan Pertagas dalam holding Pertamina, kedua rencana itu bertentangan pula dengan strategi dan roadmap kementerian BUMN sendiri dalam penataan BUMN dengan membangun perusahaan holding yang kuat untuk perusahaan sejenis yang konsep itu sudah diterapkan dan sukses untuk industri pupuk, semen, dan industri jasa pelabuhan sehingga akan dilanjutkan lagi untuk sektor industri lain termasuk Migas.

Ketiga, menurut dia, rencana itu juga jelas bertentangan dengan roadmap Pertamina untuk menjadi perusahaan Migas dunia dan selanjutnya perusahaan energi penguasa Asia.

"Masyarakat pasti akan bertanya-tanya, ada apa dengan rencana itu, kok menteri terkait seperti menelan ludahnya kembali dan menabrak pakem penataan dan pengembangan BUMN yang sangat dipercayai dan dibanggakannya sebagai solusi terbaik ini," kata Sofyano.

Rencana tersebut pada dasarnya sebuah kebijakan strategis, jika dijalankan saat ini, berarti melanggar arahan presiden RI untuk tidak membuat keputusan strategis yang berdampak besar bagi negara dan masyarakat. Apa ada kekuatan besar dibalik rencana ini yang tidak bisa ditolak kementerian BUMN atau apakah ini merupakan salah satu deal politik untuk kursi Capres/Cawapres, katanya.

"Terlepas dari tanda tanya besar yang belum terjawab tersebut, ada baiknya kita lihat praktik-praktik industri Migas dunia, seperti

perusahan Migas raksasa dunia diantaranyta Shell, BP, Chevron, Statoil, dan lain-lain, jelas-jelas berbisnis dibidang Migas, bahkan mereka juga masuk ke industri petrokimia sebagai turunannya untuk memacu pertumbuhan perusahaan seperti yang terakhir ini dilakukan oleh PT Thailand," katanya.

Tidak ada dalam kamus pengeboran bahwa setiap cadangan yang dibor, hanya keluar minyak, selalu ada komponen gas didalamnya, oleh karena itulah disebut perusahaan Migas, kata Sofyano.

Ia menambahkan, beberapa negara memang punya perusahaan BUMN khusus dibidang gas, misalnya Kogas (Korean Gas), dan Kansai Gas Jepang, tetapi haruslah dipahami bahwa perusahaan tersebut bukan produsen gas, melainkan mengimpor gas dalam bentuk LNG lalu didistribusikan kepada konsumen industri. listrik dan rumah tangga di negara masing-masing.

Dengan melihat praktik terapan bisnis gas maupun migas dunia, semestinya PGN harus mengembangkan jaringan distribusi ke konsumen (hilir) sehingga masyarakat bisa menikmati bahan bakar gas yang bersih dan murah, hal itu yang tidak dilakukan PGN, katanya.

PGN malah terlalu mengembangkan infrastruktur gas ke hulu dengan target pendapatan dari transmisi gas dan konsumen industri, sedangkan konsumen rumah tangga dilupakan. Dampaknya adalah lambatnya pembangunan distribusi gas kepada masyarakat serta sulitnya program konversi BBM ke gas untuk kendaraan karena pengembangan jumlah SPBG juga terhambat, kata Sofyano.

Direktur Puskepi menambahkan, apabila rencana akuisisi Pertagas ke PT PGN Tbk dilakukan, maka konsekuensinya, diantaranya rusaknya master plan pengembangan BUMN dan juga roadmap Pertamina menuju perusahaan energi penguasa Asia,

PGN akan tetap fokus pada pengembangan gas hulu dengan target konsumen besar (pembangkit listrik dan industri besar) sehingga tidak fokus pada pengembangan distribusi gas kepada masyarakat, sehingga masyarakat tetap sulit mendapatkan bahan bakar gas yang bersih dan murah.

Selain itu, program konversi BBM ke gas untuk kendaraan bermotor tetap akan tersendat karena tidak tersedianya pipa distribusi gas yang memadai untuk pembangunan dan penyebaran SPBG. Size Pertamina akan menurun drastis sehingga terlempar dari perusahaan Global Fortune 500, akibatnya, tidak ada satu perusahaan dari Indonesia yang dapat dibanggakan masuk dalam persaingan global.

"Dampak positifnya sama sekali tidak ada, karena terlihat sebagai upaya pemisahaan industri Migas dan menjadi industri minyak dan industri gas sehingga merusak daya saing perusahaan Migas itu sendiri, itulah yang diinginkan oleh negara-negara kapitalis agar pasar Migas Indonesia mudah dikuasai karena tidak ada perusahaan nasional/BUMN yang sangat kuat," ungkapnya.

Sebaiknya, menurut dia, sederhana saja, ikuti world best practices oil dan gas industry yang sudah terbukti dan teruji. PGN dan Pertamina/Pertagas ditata ulang, lakukan barter bisnis antara PGN dengan Pertamina.

PGN harus fokus di gas sektor hilir (distribusi dan pemasaran) sedangkan Pertamina melalui Pertagas fokus di gas sektor hulu. Pertamina menyerahkan semua bisnis receiving terminal gas dan distribusi ke PGN dan sebaliknya PGN menyerahkan bisnis transmisi gas ke Pertamina. "Itu semua dilakukan dengan perhitungan dan kesepakatan B2B yang difasilitasi oleh kementerianBUMN, itu baru ide hebat," kata Sofyano.

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014