Pontianak (Antara Kalbar) - Para pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengancam akan menghentikan pelayanan atau pasokan gas Pertamina ke PT Perusahaan Gas Negara Tbk sebagai respons dari rencana menteri BUMN yang akan mengalihkan saham PT Pertagas ke PGN.

"Kami akan menghentikan pelayanan atau pasokan gas ke PGN, kalau akuisisi tersebut dijalankan," kata Presiden FSPPB Ugan Gandar dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Selasa.

Ia menjelaskan saat ini pasokan gas bumi Pertagas ke PGN sekitar 250 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Sebagaimana diberikan bahwa Menteri BUMN Dahlan Iskan telah memerintahkan direksi Pertamina untuk melakukan pengalihan saham Pertagas ke PGN yang dinyatakan dalam surat menteri BUMN kepada Direksi Pertamina tanggal 7 Mei 2014 No. SR.295/MBU/2014 perihal Pengambilan alihan PT Pertagas.

Sebelumnya Menteri BUMN Dahlan Iskan, Senin (12/5) di Four Season Hotel sudah memberi keterangan kepada media bahwa rencana pengambil alihan saham Pertagas oleh PGN hanya gertakan saja. Dia juga menyatakan pengalihan Pertagas ke PGN sudah dibatalkan.

Namun, menurut Ugan Gandar, sampai saat ini, belum ada pemberitahuan melalui surat secara resmi ke Pertamina terkait pembatalan akuisisi tersebut.

"PGN itu 40 persen sahamnya dimiliki asing, tidak selayaknya pemerintah menyerahkan Pertagas yang merupakan aset nasional ke asing, sementara Pertagas dan PGN berdiri sendiri dan bersaing secara sehat. Kami akan melakukan aksi damai dan menggugat, jika rencana pengalihan Pertagas ke PGN tetap dijalankan," ancamnya.

Hal senada juga diakui oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra. Dia

mendukung rencana FSPPB untuk menggalang penghentian penjualan gas Pertamina ke PGN dan langsung jual ke masyarakat.

"Pasti harganya lebih murah karena tidak ada transfer price. FSPPB harus lakukan industrial action untuk realisasikan itu," Faisal Yusra.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria terkait "perseteruan" antara Pertagas dengan PGN menyatakan trend bisnis Migas internasional itu terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Petronas, PTT Thailand, Shell, Exxon, Total, semua bisnisnya terintegrasi.

"Jadi kalau ada yang berpendapat harus dipisahkan hulu dan hilir, itu bisa jadi pengetahuan yang bersangkutan tentang bisnis Migas masih dangkal, sebagai contoh Petronas jelas-jelas adalah perusahaan yang terintegrasi, yakni Petronas gas, bahkan Petronas LNG. Jadi, kalau ada pandangan pihak tertentu yang memisahkan bisnis hulu dan hilir, apalagi minyak dan gas, pendapat itu sangat aneh sekali, karena pada dasarnya di setiap blok Migas, biasanya selain ada minyak juga ada gas," ungkap Sofyano.

Kalau konsep pemisahan dijalankan, apakah kalau perusahaan eksplorasi minyak dan ditemukan ada gas juga, lalu yang diambil cuma minyaknya saja, sementara gas dibuang, katanya.

"Seharusnya persoalan bisnis gas ini tidak dibelokkan ke sana-kemari sehingga muncul ide-ide yang tidak benar. Inti persoalan bisnis gas saat ini adalah open access, yang justru terkubur oleh permainan isu akuisisi yang diduga untuk kepentingan sesaat," katanya.

Sebaiknya, menurut dia, pemerintah tegas menerapkan aturan Permen No.19/2009 tentang open access. Terapkan sanksi tegas bagi perusahaan yang menolak menerapkannya.

"Klaim bahwa open access tidak layak diterapkan, rumit, untungkan trader, dan dituding praktik neoliberalis juga ngawur dan tidak berdasarkan fakta, karena open access justru dapat menjadikan pasar gas kompetitif," katanya.

Rusia saja, kata Sofyano, yang merupakan negara sosialis komunis, justru menerapkan open access, pipa Gazprom dibuka untuk Rosneft.

(A057/A029)

Pewarta: Andilala

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014