Pontianak (Antara Kalbar) - Anggota Komite III DPD RI Maria Goreti menuturkan pemahaman dalam menilai sebuah objek cagar budaya masih minim sehingga kerap terabaikan.

"Akibatnya, sebuah objek yang seharusnya sudah menjadi cagar budaya, jadi terabaikan," kata Maria Goreti dari dapil Kalbar saat sosisalisasi tentang hasil-hasil DPD RI di Pontianak, Kamis.

Ia melanjutkan, dasar hukum tentang cagar budaya tercantum dalam UU No 11 Tahun 2010.

Komite III ikut melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tersebut. Hasilnya, ada beberapa permasalahan yang penting terkait pelaksanaannya.

Yakni masalah penetapan benda cagar budaya menyangkut keberadaan berbagai potensi benda dan situs yang belum ditetapkan sebagai benda cagar budaya.

Hal itu disebabkan masih minimnya kualitas dan kuantitas SDM, terbatasnya anggaran yang dialokasikan pemerintah serta masih rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya perlindungan cagar budaya.

Kemudian, masih terdapat benda cagar budaya Indonesia di luar negeri seperti manuskrip-manuskrip kuno yang ada di Belanda, Inggris dan Malaysia.

Padahal, UU No 11 Tahun 2010 menegaskan larangan warga negara asing untuk memiliki ataupun badan hukum asing untuk menguasai cagar budaya termasuk melarang membawa keluar Indonesia.

Selain itu, perangkat legislasi sebagai dasar kebijakan banyak yang belum dipahami seutuhnya.

Sementara peran pemda yang sangat strategis dalam melindungi cagar budaya, hingga kini belum maksimal.

"Hal itu karena minimnya pemahaman pemda berkaitan dengan tugas dan wewenangnya seperti yang diatur dalam UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya," kata Maria Goreti.


(T011/E008)

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014