Pontianak (Antara Kalbar) - Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Ugan Gandar menyatakan demi asas keadilan Dirjen Anggaran Kemenkeu juga harus memerintahkan kepada BPKP untuk mengaudit PLN dan Pertamina tentang harga keekonomian BBM solar ke PLN.

"Mestinya untuk asas keadilan Dirjen Anggaran juga harus memerintahkan kepada BPKP untuk mengaudit PLN terkait penetapan tarif maupun terhadap penggunaan subsidi pemerintah, sehingga kesan keberpihakan Kemenkeu terhadap PLN bisa dianulir," kata Ugan Gandar dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Kamis.

Ia menjelaskan masyarakat perlu tahu, tidak niat Pertamina untuk mempersulit masyarakat dengan menyetop pasokan solar ke PLN yang dapat mengakibatkan pemadaman listrik.

Tetapi, kata Ugan, kesepakatan besaran harga solar antara PT Pertamina dan PT PLN pada dasarnya ternyata menghasilkan kesepakatan yang `lonjong`, karena pihak Kemenkeu melalui Dirjen Anggaran minta harga yang disepakati agar diaudit kembali Oleh BPKP.

Dia tidak mengerti kenapa Dirjen Anggaran menganjurkan dilakukan audit kembali, sementara hasil audit BPKP adalah atas permintaan pihak PLN terhadap harga Pertamina pada tahun 2013 dan nyatanya justru diabaikan oleh PLN.

Bahkan secara eksplisit dalam rapat tersebut Dirjen Anggaran seolah-olah tidak percaya terhadap hasil BPKP 2013 tersebut, katanya.

"Kalau tidak percaya untuk apa Dirjen Anggaran tersebut minta harga solar Pertamina diaudit kembali oleh BPKP untuk harga yang tahun 2014?. Sebelum BPKP melakukan audit harga Pertamina, mestinya pihak BPKP mempertanyakan kepada pihak Kemenkeu, sejauh mana mereka percaya terhadap kredibilitas BPKP," katanya.

Kalau kemudian akan menjatuhkan kredibilitas BPKP, dan hasilnya tidak percaya, untuk apa melakukan audit, sementara hasilnya akan diabaikan kembali, kata Ugan Gandar.

"Kami pekerja Pertamina pasti setuju-setuju saja harga yang ditawarkan ke PLN di audit, namun jangan sampai kemudian ada 'tangan besi' yang Ikut mengarahkan BPKP yang ujung-ujungnya hasil audit akan merugikan Pertamina. Dan semua pihak harus profesional dan konsekuen, kalau hasil audit harga solar keekonomian yang ditawarkan Pertamina ternyata di bawah harga kesepakatan sekarang, maka Pertamina pun harus siap menurunkan harganya," ujarnya.

Sebaliknya jika ternyata hasil auditnya lebih tinggi dari harga yang ditawarkan, maka Dirjen Anggaran dan pihak PLN harus setuju terhadap kenaikan tersebut, serta harus percaya, kata Ugan.

Namun tentunya Kemenkeu harus bersikap adil terhadap kedua perusahaan Pertamina dan PLN, kenapa hanya harga Pertamina yang harus diaudit sementara PLN tidak.

Dalam kesempatan itu, Ugan juga menyesalkan pernyataan Dirjen Anggaran di media massa yang menyatakan akan mengaudit Pertamina terkait karena mengalami kerugian ketika solar ke PLN. Ini menunjukkan bahwa Dirjen Anggaran tidak percaya terhadap Pertamina.

Perlu diketahui sekalipun Pertamina dan PLN keduanya sama-sama BUMN, namun untuk masalah pembelian solar dan MFO dari pertamina adalah hubungan B to B karena PLN atas keputusan pemerintah (disetujui DPR). PLN menggunakan non PSO (bukan subsidi), dan PLN memiliki peluang untuk membelinya bukan hanya dari Pertamina.

Penjualan solar Pertamina ke PLN juga melalui tender, di beberapa suplai poin Pertamina ikut tender dan menang, ada juga di beberapa templates kalah, namun sering kali pemenang tender itu selain Pertamina, tidak bisa mensuplai solar ke PLN, sehingga PLN minta Pertamina yang mensuplai solar, ungkap Ugan. 

(A057/B012)

Pewarta: Andilala

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014