Jakarta (Antara Kalbar) - Sejumlah komunitas dan pegiat teknologi informasi (IT) berharap pemerintahan baru dibawah kepemimpinan presiden terpilih Joko Widodo mewujudkan rencana pembentukan kementerian teknis yang khusus mengelola teknologi, informasi dan komunikasi (TIK).
"Sinyalnya seperti itu (akan ada kementerian fokus mengeloka TIK). Tapi lihat saja. Saya tidak mau menyebutkan dari mana infonya," kata pegiat TIK Onno W Purbo, di Jakarta, Sabtu.
Menurut Onno, sinyal ke depan Kementerian Kominfo akan fokus sebagai regulator teknis, sedangkan fungsi kehumasan pemerintah diserahkan ke Sekretariat Negara (Setneg).
Ia menjelaskan, ke depan Indonesia memiliki pekerjaan berat di bidang TIK yaitu mengupayakan seluruh masyarakat bisa terkoneksi kepada internet sehingga harus jelas tujuan kemana dan bagaimana peran pemerintah agar semua masyarakat terkoneksi dengan informasi.
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Sylvia W. berpendapat perlunya ada perubahan besar dalam tata kelola TIK di Indonesia.
"Selama sepuluh tahun terakhir kita merasakan di industri seperti "auto pilot". Kita butuh kementerian TIK yang berani berdiri di depan membela sektor ini," kata Sylvia.
Ia menambahkan, jika menginginkan sektor TIK sebagai penyokong ekonomi maka pola pikir para petinggi pemerintah harus sama, yaitu jangan jadikan sektor ini hanya sebagai penyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), tetapi lihat bagaimana sektor ini bisa menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Silvya mengatakan ada semacam ketidakadilan bagi sektor telekomunikasi dimana PNBP yang ditarik sekitar Rp13 triliun, namun yang kembali ke industri hanya Rp3 triliunan tiap tahunnya.
Hal senada diungkapkan Sekjen Indonesian Mobile & Online Content Provider Association (IMOCA) Ferrij Lumoring, bahwa jika pemerintahan baru membuat kementerian teknis yang fokus mengurus TIK, maka regulasi yang dibuat harus bisa mengantisipasi perkembangan teknologi ke depan.
"Selama ini banyak regulasi keluar setelah praktik bisnis terjadi dimana ujungnya memagari kreatifitas. Harusnya regulasi itu mendorong pertumbuhan bisnis," kata Ferrij.
Ketua Umum APJII Semuel A Pangerapan menyoroti perlunya konsistensi dan rencana jelas dalam menata industri. "Soal frekuensi, harus jelas alokasi dan peruntukannya. Jangan masa jabatan menteri mau habis tetapi ada perubahan pengalokasian frekuensi. Ini memicu ketidakpastian dalam berusaha," kata Semuel menegaskan.
Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menyarankan dalam membuat kementerian TIK pemerintahan baru dalam menyusun kebijakan harus mengacu pada pola teknologi.
"Kebijakan jangan berpatokan kepada target PNBP, akibatnya seperti sekarang. Industri merasa sebagai sapi perahan," kata Nonot.
Sedangkan Founder IndoTelko Forum Doni Darwin mengatakan lembaganya siap menyampaikan petisi soal pentingnya pembentukan Kementerian TIK karena masyarakat menginginkan perubahan tata kelola di sektor telekomunikasi.
"Jokowi harus memberikan perhatian dan kontribusi kepada industri telekomunikasi termasuk kepada "netizen" (para pengguna internet) sebagai wadah yang mendukungnya sebagai Presiden. Apalagi Jokowi ingin menerapkan e-blusukan, itu tak akan terwujud kalau infrastruktur broadband masih seperti sekarang," kata Doni.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Sinyalnya seperti itu (akan ada kementerian fokus mengeloka TIK). Tapi lihat saja. Saya tidak mau menyebutkan dari mana infonya," kata pegiat TIK Onno W Purbo, di Jakarta, Sabtu.
Menurut Onno, sinyal ke depan Kementerian Kominfo akan fokus sebagai regulator teknis, sedangkan fungsi kehumasan pemerintah diserahkan ke Sekretariat Negara (Setneg).
Ia menjelaskan, ke depan Indonesia memiliki pekerjaan berat di bidang TIK yaitu mengupayakan seluruh masyarakat bisa terkoneksi kepada internet sehingga harus jelas tujuan kemana dan bagaimana peran pemerintah agar semua masyarakat terkoneksi dengan informasi.
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Sylvia W. berpendapat perlunya ada perubahan besar dalam tata kelola TIK di Indonesia.
"Selama sepuluh tahun terakhir kita merasakan di industri seperti "auto pilot". Kita butuh kementerian TIK yang berani berdiri di depan membela sektor ini," kata Sylvia.
Ia menambahkan, jika menginginkan sektor TIK sebagai penyokong ekonomi maka pola pikir para petinggi pemerintah harus sama, yaitu jangan jadikan sektor ini hanya sebagai penyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), tetapi lihat bagaimana sektor ini bisa menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Silvya mengatakan ada semacam ketidakadilan bagi sektor telekomunikasi dimana PNBP yang ditarik sekitar Rp13 triliun, namun yang kembali ke industri hanya Rp3 triliunan tiap tahunnya.
Hal senada diungkapkan Sekjen Indonesian Mobile & Online Content Provider Association (IMOCA) Ferrij Lumoring, bahwa jika pemerintahan baru membuat kementerian teknis yang fokus mengurus TIK, maka regulasi yang dibuat harus bisa mengantisipasi perkembangan teknologi ke depan.
"Selama ini banyak regulasi keluar setelah praktik bisnis terjadi dimana ujungnya memagari kreatifitas. Harusnya regulasi itu mendorong pertumbuhan bisnis," kata Ferrij.
Ketua Umum APJII Semuel A Pangerapan menyoroti perlunya konsistensi dan rencana jelas dalam menata industri. "Soal frekuensi, harus jelas alokasi dan peruntukannya. Jangan masa jabatan menteri mau habis tetapi ada perubahan pengalokasian frekuensi. Ini memicu ketidakpastian dalam berusaha," kata Semuel menegaskan.
Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menyarankan dalam membuat kementerian TIK pemerintahan baru dalam menyusun kebijakan harus mengacu pada pola teknologi.
"Kebijakan jangan berpatokan kepada target PNBP, akibatnya seperti sekarang. Industri merasa sebagai sapi perahan," kata Nonot.
Sedangkan Founder IndoTelko Forum Doni Darwin mengatakan lembaganya siap menyampaikan petisi soal pentingnya pembentukan Kementerian TIK karena masyarakat menginginkan perubahan tata kelola di sektor telekomunikasi.
"Jokowi harus memberikan perhatian dan kontribusi kepada industri telekomunikasi termasuk kepada "netizen" (para pengguna internet) sebagai wadah yang mendukungnya sebagai Presiden. Apalagi Jokowi ingin menerapkan e-blusukan, itu tak akan terwujud kalau infrastruktur broadband masih seperti sekarang," kata Doni.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014