Pontianak (Antara Kalbar) - Tiga studio milik XXI di Ayani Mega Mall Pontianak, Rabu, dipenuhi ratusan penonton yang ingin menyaksikan film "Jaladri Sang Pejuang", karya Agung Trihatmodjo, sutradara muda asal Pontianak.

"Alhamdulillah, dari 600 tiket, semuanya habis," kata Agung Trihatmodjo usai nonton bareng.

Menurut dia, dari 600 tiket, dua ratus diantaranya untuk undangan. "Sisanya, 400 tiket dijual ke umum," katanya.

Saat ini, film tersebut sudah masuk tiga besar Festival Gatra Kencana yang digelar TVRI.

"Saya berharap, nanti bisa lolos ke Festival di Cannes, Perancis," ujar dia.

Penayangan film tersebut hanya berlangsung pada Rabu pagi. "Banyak yang bertanya kapan akan tayang lagi," ujar Agung.

Salah seorang penonton, Hairul Mikrad, mengaku dengan melihat film tersebut menambah wawasannya tentang kompleksitas masalah di perbatasan.

"Meski masih ada beberapa kekurangan, secara umum bisa menyajikan permasalahan di perbatasan," kata dia.

Agung menambahkan, setelah ini, ia akan menyelesaikan sebuah film tentang perdagangan manusia dengan latar belakang di Kabupaten Sambas.

Film tersebut mengangkat isu tentang kompleksitas kehidupan masyarakat perbatasan dari sudut pandang sulitnya melakukan transaksi keuangan secara resmi karena terhambat aturan dan legalitas pekerja.

"Jaladri Sang Pejuang" itu mengambil latar sebuah desa di pesisir Kalbar yang terletak di wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia dimana hampir 90 persen warganya berprofesi sebagai kurir pengambil uang dari para TKI Ilegal yang bekerja di perkebunan sawit Malaysia.

Usianya beragam tidak terkecuali anak-anak. Menurut Agung, 9 dari 10 anak-anak di desa itu telah mengenal profesi ini sejak usia 8-10 tahun.

Padahal, lanjut dia, ada risiko pekerjaan yang sangat berbahaya namun dilalui dengan sangat santai oleh para anak-anak disana.

Di film dengan durasi 47 menit itu, dimulai kisah tentang Jaladri yang lahir di atas sampan.

Sang ibu yang berniat agar Jaladri lahir di Kota Sambas, tak terwujud karena sulitnya transportasi dari dusunnya itu. Jaladri sendiri dipanggil dengan sebutan Juang oleh ayahnya.

Sementara May, kakaknya, lahir di Malaysia karena jarak yang lebih dekat serta jaminan kesehatan.

Ayah Juang bekerja sebagai pembawa uang bagi pekerja ilegal di perkebunan milik Malaysia. Pekerjaan tersebut bukannya tanpa risiko karena ada ancaman maut dari perompak yang mengincar sepanjang sungai kecil menuju perbatasan.

Suatu saat, Juang menggantikan pekerjaan ayahnya itu dan nyaris menjadi korban perompakan.

Film itu menggandeng pemain lokal dan didukung oleh sejumlah instansi seperti TVRI Stasiun Provinsi Kalbar, Bank Kalbar, KPID Kalbar, Insitut Indonesia Moeda, JARI Borneo, serta Kantor Berita Antara Biro Kalbar.

***3***

T011

Pewarta:

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014