Bengkayang (Antara Kalbar) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kalimantan Barat meninjau langsung ke Bengkayang untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat setempat terkait sengketa perencanaan perkebunan sawit yang akan dilakukan oleh PT Rajawali Kalbar Perkasa di Kecamatan Tujuh Belas.

Menurut Ketua Komnas HAM Kalbar Kasful Anwar, kedatangannya itu untuk bertemu dengan beberapa pihak yang terkait ehingga dapat mencegah terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan.

Ia melanjutkan, secara administrasi, perusahaan tersebut telah mengantongi surat izin lokasi dan surat izin perkebunan. Namun pihak warga menuding, perkebunan yang memiliki izin lokasi  seluas 13.000 hektare tersebut akan merusak kelestarian cagar alam Gunung Nyiut dan hutan lindung di Kecamatan Tujuh Belas Bengkayang.

"Permasalan utamanya adalah belum adanya kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan terkait lahan, dan juga warga menuding bahwa rencana perkebunan kepala sawit tersebut akan merusak cagar alam Gunung Nyiut yang terletak di Kecamatan Tujuh Belas Bengkayang," ujar Kasful. 

Saat ini, katanya, pihak perusahaan hanya tinggal menunggu surat izin Hak Guna Usaha yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Bengkayang. Komnas HAM mengimbau BPN untuk tidak dulu mengeluarkan surat izin tersebut karena masih disengketakan masyarakat.

Lanjut Kasful, saat ini pihaknya akan memverifikasi segala data - data yang telah didapat dari masyarakat dan Tim Koordinasi Pengawasan Investasi Daerah, jika ditemukan adanya pelanggaran maka akan segera dilakukan penindakan.

Kepala Desa Pisak Kecamatan Tujuh belas Thomas mengakui adanya penolakan warga terhadap rencana perkebunan sawit yang akan dilakukan PT Rajawali Kalbar Perkasa di daerahnya, dengan berbagai alasan, diantaranya adalah adanya cagar alam Gunung Nyiut, Hutan Lindung, dan PLTA.  

"Bagaimanapun kami tetap menolak, karena jika perkebunan tetap dilanjutkan akan merusak kelestarian cagar alam, hutan lindung dan mempengaruhi debit air PLTA, selain itu tentu akan terjadi pertikaian antara masyarakat dengan pihak perusahaan," kata Thomas.

Thomas menuding pihak perusaahaan tidak pernah melakukan sosialisi di masyarakat dan tiba - tiba melakukan pengukuran lahan. Atas dasar itu, masyarakat membuat petisi penolakan dan melaporkan ke Komnas HAM.

"Atas dasar itu kami lantas membuat petisi tanggal lima Mei yang lalu dan melaporkannya ke Komnas HAM, dan kemarin, Rabu (17/9) telah dilakukan pertemuan antara warga, Komnas HAM dan pihak kecamatan tentang penolakan warga," ungkap dia.

Pewarta: M Acong Zaenal

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014