Samarinda (ANTARA) - Komisi I DPRD Kabupaten Mahakam Ulu mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Timur di Samarinda untuk membahas sengketa lahan perkebunan sawit antara masyarakat dengan perusahaan yang beroperasi di daerah itu.
"Kedatangan kami ke sini karena di Mahakam Ulu ada permasalahan lahan perkebunan sawit sehingga kami ingin tanya langsung ke BPN sejarah adanya izin usaha dan hal lain yang terkait," kata Ketua Komisi I DPRD Mahulu Marthin Hat saat memimpin rombongan dalam pertemuan di Samarinda, Rabu.
Ada enam anggota Komisi I DPRD Kaltim yang melakukan koordinasi untuk membahas permasalahan sengketa dan berupaya mencarikan solusi agar permasalahan tersebut cepat selesai.
Kedatangan mereka ditemui Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran Adri Virly Rachman dan sejumlah stafnya.
Martin bercerita bahwa persoalan lahan antara warga dan perusahaan kelapa sawit ini terjadi di Kampung Wana Pariq dan Tri Pariq Makmur, Kecamatan Long Hubung.
Dua kampung tersebut sudah ada sejak zaman Presiden Soeharto melalui transmigrasi lokal, yakni saat itu masih ada hutan tanaman industri (HTI). Ketika HTI sudah tutup, perkampungan itu masih ada sampai sekarang, bahkan lahan warga pun dikatakan sudah bersertifikat.
Namun, katanya lagi, perusahaan kemudian datang dan melakukan pembukaan perkebunan di lahan milik warga pada dua kampung ini, karena perusahaan mengaku sudah mengantongi hak guna usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Barat.
"Inilah persoalan yang terjadi di Mahulu makanya kami datang ke BPN Kaltim karena ingin mengetahui sejarah perizinan sampai adanya pembukaan perkebunan yang kini menjadi masalah, mengingat adanya tuntutan warga bahwa perkebunan tersebut di atas lahan masyarakat," katanya.
Atas sejumlah pertanyaan ini, Adri Virly dan staf dari BPN Kaltim kemudian membuka dokumen dan membacakan di depan rombongan Komisi I DPRD Mahakam Ulu, salah satu dokumen yang dibaca dalam pertemuan itu tentang terbitnya izin usaha perkebunan di Mahakam Ulu.
Pertama kali izin usaha perkebunan dikeluarkan pada 9 Oktober 2012 oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Barat, kemudian tahun 2013 dilakukan pembaruan izin di Mahakam Ulu, dan tahun 2016 kembali dilakukan pembaruan oleh Penjabat Bupati Mahakam Ulu dengan tanpa mengubah luasan lahan sejak izin tahun 2012.
"Sedangkan untuk pertanyaan apakah benar HGU perkebunan sawit ini berada di atas lahan warga yang sudah bersertifikat, saya tidak bisa memastikan saat ini, karena untuk memastikan itu harus turun langsung ke lapangan, yakni untuk memastikan lokasi dan kelengkapan surat dari masing-masing pihak," kata Adri Virly.
Baca juga: Bentrok antar suku di Pakistan, korban tewas bertambah jadi 43
Baca juga: Sertifikat tanah mitigasi sengketa lahan