Pontianak  (Antara Kalbar) - Walhi Kalimantan Barat mengharapkan ada penyelesaian konflik masyarakat adat yang mempertahankan tanahnya agar tidak dijadikan perkebunan sawit dengan pihak investor, dalam dengar pendapat umum terkait pelanggaran HAM di kawasan hutan wilayah Kalimantan.

"Kami menyambut baik digagasnya dengar pendapat umum yang dilakukan Inkuiri (penyelidikan menyeluruh) dari Komnas HAM terkait pelanggaran HAM di Kalimantan," kata Humas Walhi Kalbar Hendrik Husadam di Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan acara dengar pendapat umum yang digelar oleh Inkuiri Komnas HAM, melibatkan para saksi, saksi korban, saksi ahli, dan para pemangku kewajiban yang diduga terlibat dalam pelanggaran hak ulayat masyarakat hukum ada di Kalimantan.

"Seperti kasus Semunying Jaya, Kabupaten Bengkayang, polemik masyarakat yang mempertahankan hutan adatnya seluas 1.420 hektare yang telah dirampas oleh pihak PT Ledo Lestari yang mengembangkan perkebunan sawit disana," ungkapnya.

Menurut dia, konflik tersebut dipicu, ketika sumber daya alam, masyarakat adat di Semunying Jaya, baik berupa tanah, hutan, kebun dan lainnya dirampas secara paksa oleh PT Ledo Lestari.

"Oleh karena itu, dari dengar pendapat umum ini, nantinya Inkuiri Komnas HAM menghasilkan rekomendasi-rekomendasi dalam memperjuangkan hak masyarakat adat yang telah dirampas oleh perkebunan dan pertambangan tersebut," katanya.

Sehingga, nantinya masyarakat adat mendapat kepastian hukum dalam memperjuangkan dan mempertahankan hak-hak mereka yang selama ini telah dirampas, kata Hendrik.

Sementara itu, Humas Komnas HAM Perwakilan Kalbar Ratna Wati Tobing menyatakan dengar pendapat umum tersebut, menghadirkan empat pembicara dari Komnas HAM, yakni Komisioner Inkuiri Nasional Komnas HAM Sandrayati Moniaga, mantan Komisioner Komnas HAM Enny Soeprapto, Komisioner Komnas HAM 2009-2014 Saur Tumiur Situmorang, dan Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Hariadi Kartodihardjo.

Kegiatan tersebut, tindak lanjut dari rencana aksi nota kesepahaman bersama 12 menteri di Istana Bogor, 11 Maret 2013. Hasilnya menjadi rekomendasi bagi solusi konflik agraria di Indonesia.

Dengar keterangan umum di Pontianak digelar mulai 1 - 3 Oktober di Gedung Rektorat Untan Pontianak.

Data Komnas HAM hingga tahun 2013 tercatat 81,4 persen (4,05 juta hektare) wilayah kelola masyarakat adat tumpang tindih dengan kawasan hutan, dan sekitar 2,6 juta hektare tumpang tindih dengan perizinan (konsesi HPH, tambang, sawit, dan HTI). Tumpang tindih tersebut banyak mengakibatkan konflik yang rentan terjadi pelanggaran HAM.

Dalam kesempatan itu, Humas Komnas HAM Perwakilan Kalbar menyatakan dengar keterangan umum tersebut akan menggelar enam kasus, yakni dari masyarakat adat Dayak Iban, Semunying Jaya dari Kalbar; kemudian dari masyarakat adat Dayak Batulasung (suku Dayak Meratus) Kalimantan Selatan.

Kemudian dengar keterangan umum dari masyarakat adat Ketemenggungan Nanga Siyai, Kalbar; masyarakat adat Dayak Benuaq Kampung Muara Tae, Kalimantan Timur; masyarakat adat Dayak Janah Jari (Dayak Maanyan) Kalimantan Tengah; dan dengar keterangan umum dari masyarakat adat Punan Dulau, Kalimantan Utara.


(U.A057/B/N005/N005) 01-10-2014 14:34:23

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014