Pontianak  (Antara Kalbar) - Masyarakat Nanga Siyai, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat, meminta Pemerintah mengembalikan tanah adat mereka yang kini ditetapkan menjadi kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (TN-BBBR).

"Sejak tanah adat dikuasai menjadi kawasan TN-BBBR, kami menjadi tidak bisa berladang dan bercocok tanam yang sejak zaman leluhur sudah menggarap tanah tersebut," kata Bahen salah seoran warga Masyarakat Adat Ketemenggungan Nanga Siyai saat dengar pendapat umum yang digelar oleh Inkuiri Komnas HAM, di Pontianak, Kamis.

Ia menjelaskan sudah belasan tahun dia dan warga masyarakat adat Ketemenggungan Nanga Siyai menjadi terkekang dengan kahadiran TN-BBBR, karena masyarakat tidak bisa lagi melakukan aktivitas sehari-hari seperti berladang di kawasan tersebut.

"Sebelumnya ditetapkan menjadi kawasan TN-BBBR, rata-rata penghasilan kami bisa Rp3 juta/bulannya. Kini untuk mendapatkan hasil Rp1 juta saja per bulannya sangat sulit," ungkap Bahen.

Menurut dia pihak Balai TN-BBBR memang pernah memberikan bantuan yang katanya pembinaan, tetapi hanya berupa dua cangkul, dan 100 batang bibit karet, tetapi bantuan itu juga masih diberikan kepada keluarga besar TN-BBBR, sehingga bukannya pembinaan tetapi penghinaan.

Hal senada juga diakui oleh Tori. "Saya pernah nekat membersihkan lahan untuk ladang, tiba-tiba ada tiga rekan saya yang ditangkap dan dibawa ke Polres Melawi, sementara saya dipanggil juga untuk diminta keterangan," ujarnya.

Atas insiden itu, Tori mengaku sempat ditahan selama tiga bulan di Polres Melawi tanpa pemberitahuan kepada keluarganya. "Malah hakim pernah meminta sebesar Rp35 juta/orang agar kami tidak ditahan. Sehingga aparat hukum bukannya membela kami masyarakat kecil tetapi membela pihak TN-BBBR," ungkapnya.

Pada saat dirinya ditahan di sel Polres Melawi, istrinya sedang hamil. "Pada saat saya ditahan istri sedang mengandung, tidak berapa lama calon anak saya meningal karena istri saya banyak pikiran," katanya.

Dalam kesempatan itu, Tori meminta pihak Balai TN-BBBR mengembalikan hak-hak masyarakat adat yang selama ini dirampas, karena disitu ada lima kampung (desa) yang dinyatakan masuk kawasan TN-BBBR.

Konflik antara masyarakat adat Temenggung Nanga Siyai dengan Balai TN-BBBR karena tumpang tindih klaim wilayah, setelah terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 281/Kpts-II/1992 tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Cagar Alam Bukit Baka yang kini terletak di Kabupaten Melawi, Kalbar, dan Cagar Alam Bukit Raya di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah seluas 181.090 hektare yang ditetapkan menjadi TN-BBBR.

Tahun 1998 pihak Balai TN-BBBR melakukan pertemuan dengan masyarakat setempat untuk membuat dan memperjelas tata batas Taman Nasional dengan hutan adat masyarakat dalam bentuk pemetaan partisipatif sebagai pijakan dengan masyarakat adat.

Batas TN-BBBR berada di hulu Randu Landau Bunot atau hulu Sungai Situs Batu Betanam (tempat ziarah dan monumen perdamaian nenek moyang ketemenggungan Nanga Siyai). Atas dasar itu pihak Balai TN-BBBR memindahkan batas tanpa sepengetahuan masyarakat hingga di kilometer 28 sehingga masuk diwilayah persawahan masyarakat adat Ketemenggungan Nanga Siyai.

Atas kejadian itu, masyarakat melakukan perlawanan karena lahan pertanian mereka berkurang, tetapi pihak Balai TN-BBBR melakukan kriminalisasi dengan tuduhan merambah hutan, kata Tori.

Sementara itu, Kepala Balai TN-BBBR Bambang Sukrindo menyatakan pihaknya memang ada program pembinaan pada masyarakat sekitar TN, seperti menanam karet agar masyarakat tidak merambah hutan.

"Kalaupun masyarakat mau berladang bisa-bisa saja, tetapi harus dipindahkan ke lokasi diluar TN, kalau di TN tetap tidak diperbolehkan," katanya.

Dia mengakui, kalau sebelum-sebelumnya komunikasi antara masyarakat adat dan pihak Balai TN-BBBR tersekat, tetapi sekarang sudah terjalin komunikasi yang baik.

"Tentunya kami akan melakukan atau melaporkan, terkait permintaan tata ruang zona tradisional oleh masyarakat adat setempat, kalau memang memungkinkan bisa saja diberikan," katanya.



(U.A057/B/Y008/Y008) 02-10-2014 13:54:21

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014