Jakarta (Antara Kalbar) - Daerah penghasil kopi dengan cita rasa tinggi (specialty coffe) sebagian besar dihasilkan dari kabupaten tertinggal, padahal Indonesia merupakan pengekspor kopi ke empat terbesar di dunia setelah Brasil, Colombia dan Vietnam.
"Penghasil kopi di Indonesia kebanyakan dari daerah tertinggal seperti kopi Gayo dari Aceh, kopi Mandailing dari Sumatera, kopi Liwa dari Lampung dan kopi Toraja," kata Direktur Utama Koperasi Rumah Kopi Nusantara Abdul Rochim di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pengembangan budidaya kopi memberikan kontribusi kepada masyarakat daerah tertinggal namun mereka belum tersentuh dengan industri pengolahan kopi.
"Beberapa daerah penghasil kopi masih kesulitan untuk memenuhi banyaknya permintaan ekspor karena petani masih menggunakan metode manual dan alat pengolahan kopi modern sangat mahal," katanya.
Hal serupa diungkapkan Asisten Deputi urusan Investasi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Endang Supriani mengatakan beberapa di daerah atau kabupaten tertinggal memiliki potensi kopi unggulan dan cita rasa tinggi seperti kopi Arabika dan Robusta.
"Ada 183 kabupaten daerah tertinggal yang memiliki potensi kopi unggulan," katanya.
Ia mengatakan produktivitas daerah tertinggal penghasil kopi secara umum sangat rendah karena beberapa faktor seperti kurangnya sumber daya manusia dan pengolahan kopi pascapanen.
"Akibat produktivitas rendah membuat hasil kopi Indonesia hanya mencapai 0,7 - 0,8 ton per hektare tiap tahunnya, sementara Vietnam yang telah belajar budidaya kopi di Indonesia bisa menghasilkan kopi tiap tahun sebanyak 2,5 ton per hektare," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Penghasil kopi di Indonesia kebanyakan dari daerah tertinggal seperti kopi Gayo dari Aceh, kopi Mandailing dari Sumatera, kopi Liwa dari Lampung dan kopi Toraja," kata Direktur Utama Koperasi Rumah Kopi Nusantara Abdul Rochim di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pengembangan budidaya kopi memberikan kontribusi kepada masyarakat daerah tertinggal namun mereka belum tersentuh dengan industri pengolahan kopi.
"Beberapa daerah penghasil kopi masih kesulitan untuk memenuhi banyaknya permintaan ekspor karena petani masih menggunakan metode manual dan alat pengolahan kopi modern sangat mahal," katanya.
Hal serupa diungkapkan Asisten Deputi urusan Investasi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Endang Supriani mengatakan beberapa di daerah atau kabupaten tertinggal memiliki potensi kopi unggulan dan cita rasa tinggi seperti kopi Arabika dan Robusta.
"Ada 183 kabupaten daerah tertinggal yang memiliki potensi kopi unggulan," katanya.
Ia mengatakan produktivitas daerah tertinggal penghasil kopi secara umum sangat rendah karena beberapa faktor seperti kurangnya sumber daya manusia dan pengolahan kopi pascapanen.
"Akibat produktivitas rendah membuat hasil kopi Indonesia hanya mencapai 0,7 - 0,8 ton per hektare tiap tahunnya, sementara Vietnam yang telah belajar budidaya kopi di Indonesia bisa menghasilkan kopi tiap tahun sebanyak 2,5 ton per hektare," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014