PBB, Amerika Serikat, 22/11 (Antara/AFP) - Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui satu resolusi Jumat mendesak Myanmar memberikan kewarganegaraan kepada minoritas Muslimnya Rohingya, dan meningkatkan tekanan kepada Yangon agar mencabut satu rencana identitas yang kontroversial.

Tindakan itu disetujui melalui konsensus  di komite hak asasi manusia Majelis Umum PBB setelah beberapa perdebatan dengan negara-negara dari Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) yang beranggotakan 57 negara.

Resolusi itu menyatakan "sangat prihatin" atas penderitaan warga Rohingya di negara bagian Rakhine, tempat 140.000  orang tinggal di kamp-kamp buruk setelah aksi kekerasan meletus antara para warga Buddha dan Muslim tahun 2012.

Berdasarkan satu rencana yang didukung pemerintah, Rohingya akan dipaksa menyatakan diri mereka sebagai Benggali- satu istilah  yang dianggap sebagai meremehkan-- harus mengajukan permohonan bagi kewarganegaraan. Mereka yang menolak akan dipaksa tinggal di kamp-kamp.

Banyak  di kalangan pemerintah Myanmar dan para warga pemeluk Buddha lokal menganggap Rohingya sebagai imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh, tetapi masyarakat itu tetap mempertahankan bahwa nenek moyang mereka berasal dari negara itu.

Resolusi itu mendesak pemerintah melindungi hak-hak semua penduduk negara bagian Rakhine dan mengizinan "akses yang sama bagi kewaranegaraan penuh bagi minoritas Rohingya," mengizinkan  identifikasi sendiri dan menjamin akses yang sama bagi pelayan-pelayanan.

Wakil Myanmar menyatakan menentang penggunaan istilah "Rohingya" dalam resolusi itu dan memperingatkan  ini akan memicu ketegangan di negara bagian Rakhine.

"Menggunakan kata itu oleh PBB akan menimbulkan kemarahan kuat  dari rakyat Myanmar, menyebabkan usaha pemerintah lebih sulit dalam menangani masalah ini," kata delegasi itu.

Wakil Myanmar itu menegaskan bahwa pemerintah sedang berusaha menangani masalah itu.

Resolusi yang disusun oleh Uni Eropa itu kini akan diajukan ke sidang Majelis Umum PBB, di mana kemungkinan akan disetujui lagi melalui konsensus. Pemungutan suara akan dilakukan jika negara yang ditargetkan oleh resolusi itu memintanya.

Kendati kecaman atas perlakuan kasar terhadap para warga Rohingya, resolusi itu menyambut baik "perkembangan positif yang terus berlangsung di Myanmar" menuju reformasi dan menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan usaha-usaha untuk menangani "situasi yang rumit di negara bagian Rakhine."
    
Resolusi itu menyerukan pembukaan "tanpa ditunda" satu kantor  Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar.

(SYS/R. Nurdin)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014