Jakarta (Antara Kalbar) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Pencurian Ikan yang bertujuan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran aturan penangkapan perikanan.

"Satgas dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin.

Menurut dia, tugas dari tim satgas tersebut antara lain adalah memperbaiki tata kelola perizinan yang telah dilakukan seiring dengan kebijakan moratorium perizinan kapal penangkap ikan besar berdasarkan pengadaan impor atau kapal eks asing.

Selain itu, lanjutnya, satgas tersebut juga melakukan verifikasi terkait dengan informasi dan data yang diterima di lapangan terkait kapal penangkap ikan serta menghitung beban kerugian negara akibat pencurian ikan.

Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa Republik Indonesia mengalami potensi kerugian yang sangat besar terutama mengingat besarnya kemampuan menangkap ikan para pelaku pencurian ikan.

Susi juga memaparkan, satgas tersebut akan dipimpin oleh Mas Achmad Santosa yang berasal dari Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Sedangkan wakil ketua dari satgas itu adalah Andha Fauzi Miraza yang merupakan Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta mantan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Hussein.

Sementara para anggotanya berasal dari KKP, Kementerian Keuangan, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, UKP4, PPATK, dan Kemenhub.

Sebagaimana diwartakan, tindakan "transhipment" atau alih muatan kapal di tengah laut dinilai merupakan indikator kuat yang mengarah kepada terjadinya tindak pidana pencurian ikan di berbagai negara termasuk juga di Indonesia.

"FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB) juga menggarisbawahi bahwa 'transhipment' adalah indikator terkuat terjadinya 'IUU fishing' (pencurian ikan)," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Hakim di Jakarta, Rabu (3/12).

Apalagi, menurut dia, sekitar 30 persen yang diperdagangkan dari Indonesia ke pasar-pasar dunia diindikasikan mengandung IUU Fishing.

Sedangkan kepada sejumlah asosiasi perikanan yang menolak larangan "transhipment" karena dikhawatirkan komoditas ikan yang ditangkap dapat cepat basi, Abdul Halim mengingatkan para pengusaha perikanan terkait dengan UU No 45/2009 tentang Perikanan.

"Baca kembali UU Perikanan, 'pengelolaan sumber daya perikanan berdasarkan sistem bisnis perikanan: pra melaut, melaut, pengolahan, dan pemasaran," katanya.

Dengan demikian, ia mengingatkan bahwa seharusnya pengusaha perikanan sudah memiliki rencana komplit dari penangkapan hingga pengolahan dan penjualan.

(M040/M. Taufik)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014