Sintang (Antara Kalbar) - Perintah agar sekolah kembali pada Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) 2006 dinilai Wakil PGRI Kabupaten Sintang, Edy Sunaryo bagaikan buah simalakama, dimakan mati ibu, tidak dimakan mati ayah.

Menurut penilaiannya, penggunaan Kurikulum 2013 tidak dihentikan akan menjadi masalah, sementara jika dihentikan juga akan menimbulkan masalah.

“Kurikulum 2013 ini isinya bagus hanya saja dalam beberapa hal belum siap dilaksanakan tapi dipaksakan untuk dilaksanakan,” katanya.

Ia menyampaikan dalam hal aplikasi penilaian raport pada Kurikulum 2013 sangatlah tidak siap. Karena belum ada aplikasi apa yang ditetapkan untuk dipakai. Sistem penilaian pada Kurikulum 2013 ini juga sangat merepotkan guru.

Menurutnya, jika Kurikulum 2013 ini dilanjutkan penerapannya, dalam proses pembelajaran pada satu kelas harus ada dua orang guru. Satu guru untuk bagian memberikan bimbingan dan penjelasan pelajaran pada siswa sementara satu guru lainnya bertugas melakukan pengamatan terhadap siswa. Guru yang bertugas melakukan pengamatan terhadap siswa ini penting untuk menjadi sebuah penilaian afektif.

“Jadi ketika saya mengajar untuk memberikan penjelasan maka harus ada guru lainnya yang juga masuk kelas untuk melakukan pengamatan terhadap siswa,” sarannya.

Selain harus ada dua orang guru yang mengajar di satu kelas, menurut Edy, semua guru juga harus melek IT jika tetap menerapkan Kurikulum 2013. Karena kalau penilaiannya dengan menggunakan tulis tangan sangat merepotkan.  

“Belum siapnya penerapan Kurikulum 2013 inilah yang membuat pelaksanaannya menjadi kacau balau. Belum lagi sekolah belum memiliki kelengkapan sumber belajar seperti buku-buku. Ada dua pelajaran yang bukunya belum datang sama sekali,” kata dia.

Dikatakannya, dengan kembalinya pada KTSP juga sangat merepotkan guru. Sebab para guru belum tuntas dalam membuat penilaian raport untuk semester ini.

Edy melihat dari sisi pelajaran dengan kembalinya pada KTSP ada sejumlah pelajaran yang harus dihilangkan kembali atau sebaliknya. Dia mencontohkan pelajaran TIK, pada KTSP, ada pelajaran tersebut kemudian dihilangkan dalam Kurikulum 2013 dan sekarang harus ada lagi karena kembali pada KTSP. Begitu juga dengan jumlah jam pelajaran Agama, Kesenian dan Olahraga apakah kembali seperti pada KTSP. Jika iya maka guru-guru yang mengajar pelajaran tersebut menjadi kekurangan jam mengajar.

Sedangkan dalam hal penjurusan, lanjut Edy, pada Kurikulum 2013 sejak Kelas X SMA sudah ada penjurusan MIPA dan Ilmu Sosial. Sementara pada KTSP untuk Kelas X belum ada penjurusan. “Apakah jika kembali pada KTSP untuk semester depan penjurusan pada Kelas X ini akan disatukan kembali sesuai KTSP. Jika iya lantas bagaimana dengan para siswa Kelas X Jurusan MIPA yang pada semester sekarang tidak belajar IPS dan bagaimana juga dengan siswa Kelas X Jurusan Ilmu Sosial yang tidak belajar MIPA, apakah sekolah harus melaksanakan matrikulasi?,” tanyanya.

Dia mempertanyakan kalau tuntutannya siswa Kelas X untuk penjurusannya ditiadakan kembali dan para siswa harus menguasai seluruh pelajaran baik MIPA maupun Ilmu Sosial maka mau tidak mau sekolah harus melaksanakan matrikulasi. “Menurut saya sebaiknya walaupun kembali pada KTSP untuk penjurusan MIPA dan Ilmu Sosial pada siswa Kelas X harus tetap dipertahankan,” sarannya.

Sementara Ketua MKKS SMA Kabupaten Sintang, Heri Bertus mengatakan instruksi agar sekolah kembali pada KTSP justru membuat para guru senang. Karena pelaksanaan Kurikulum 2013 belum siap. Tapi akibat instruksi pemerintah agar Kurikulum 2013 dilaksanakan maka sekolah-sekolah pun melaksanakannya.

“Kurikulum 2013 ini belum sepenuhnya dikuasai guru. Terutama dari sisi penilaian yang  menurut para guru lebih familiar pada KTSP,” katanya.

Menurut Heri jika sekolah harus kembali pada KTSP maka untuk penjurusan pada Kelas X di SMA harus dikaji dan dikomunikasikan dengan anak didik serta para orangtua. “Kuncinya jangan sampai merugikan peserta didik,” sarannya.

Pewarta: Faiz

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014