Jakarta (Antara Kalbar) - NASA berhasil meluncurkan satelit bumi pertama yang dirancang untuk mengumpulkan pengamatan global mengenai kelembaban tanah, Sabtu, seperti dilansir NASA dalam situs resminya.
Satelit bernama Soil Moisture Active Passive (SMAP) yang memiliki misi luas untuk ilmu pengetahuan dan masyarakat tersebut lepas landas di 06:22 PST (9:22 EST) dari Vandenberg Air Force Base, California, yang diikatkan pada roket United Launch Alliance Delta II.
Sekitar 57 menit setelah lepas landas, SMAP dipisahkan dari tahap kedua roket dari 411 mil (661 km) menjadi 425 mil (685 kilometer) orbit.
Setelah serangkaian prosedur aktivasi, pesawat ruang angkasa melakukan komunikasi dengan kontrol di bawah dan menyebarkan array suryanya. Telemetri awal menunjukkan bahwa pesawat ruang angkasa dalam kondisi sehat.
SMAP memulai misi tiga tahunnya yang yang akan memperluas pemahaman kita mengenai komponen kunci dari sistem Bumi yang menghubungkan air, energi dan sirklus karbon planet kita.
Instrumen radar dan radiometer gabungan SMAP akan mengintip 2 inci (5 cm) bawah tanah, melalui awan dan tutupan vegetasi moderat, siang dan malam, untuk menghasilkan resolusi tertinggi peta kelembaban tanah yang paling akurat yang pernah diperoleh dari luar angkasa.
Misi ini akan membantu meningkatkan prakiraan iklim dan cuaca dan memungkinkan para ilmuwan untuk memantau kekeringan, bahkan memprediksi banjir yang disebabkan oleh hujan berat atau pencairan salju.
Selain itu, karena pertumbuhan tanaman tergantung pada jumlah air dalam tanah, data SMAP akan memungkinkan negara-negara untuk memperkirakan hasil panen yang lebih baik dan membantu dalam sistem peringatan dini kelaparan global.
"Peluncuran SMAP mewujudkan 11 bulan persiapan NASA untuk membantu kami lebih memahami perubahan planet kita," kata Charles Bolden, administrator NASA, dalam situs resmi NASA.
"Para ilmuwan dan pembuat kebijakan akan menggunakan data SMAP untuk melacak pergerakan air di planet kita dan membuat keputusan yang lebih di daerah-daerah kritis seperti pertanian dan sumber daya air," lanjutnya.
SMAP juga akan mendeteksi apakah tanah beku atau cair. Mendeteksi variasi dalam waktu musim semi mencair dan perubahan panjang musim tanam akan membantu para ilmuwan menjelaskan lebih akutrat berapa banyak tanaman karbon hilang dari atmosfer bumi setiap tahunnya.
"Beberapa tahun ke depan akan sangat menarik bagi ilmu bumi berkat pengukuran dari SMAP dan misi baru kami yang lain," kata Michael Freilich, direktur Earth Science Division of NASA’s Science Mission Directorate di Washington.
"Setiap misi menjadi variabel kunci yang mempengaruhi lingkungan bumi. SMAP akan memberikan wawasan baru untuk air, energi, dan siklus karbon global. Menggabungkan data dari semua misi orbit kami akan memberikan kita pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana sistem Bumi bekerja," tambahnya.
SMAP akan mengorbit bumi dari kutub ke kutub setiap 98,5 menit, mengulangi jalur tanah yang sama setiap delapan hari.
Setiap satu petak pengukuran (620 mil atau 1.000 kilometer) memungkinkan SMAP untuk menutupi seluruh daerah khatulistiwa bumi setiap tiga hari dan lintang yang lebih tinggi setiap dua hari. Misi ini akan memetakan kelembaban tanah global dengan resolusi sekitar 5,6 mil (9 kilometer).
"SMAP akan meningkatkan kehidupan sehari-hari masyarakat di seluruh dunia," kata Simon Yueh, ilmuwan proyek SMAP di NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL) di Pasadena, California.
"Data kelembaban tanah dari SMAP memiliki potensi untuk meningkatkan akurasi pendek prakiraan cuaca secara signifikan dan mengurangi ketidakpastian proyeksi jangka panjang tentang bagaimana perubahan iklim akan berdampak pada siklus air bumi," lanjutnya
Tim SMAP terlibat dengan banyak organisasi dan individu yang melihat langsung menggunakan data satelit.
Melalui workshop dan tutorial, aplikasi SMAP Working Group bekerja sama dengan 45 "pengadopsi awal" untuk menguji dan mengintegrasikan data produk misi ke dalam berbagai aplikasi.
Pengadopsi awal diantaranya termasuk prakiraan cuaca dari beberapa negara, serta peneliti dan perencana dari Departemen Pertanian AS, US Geological Survey, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, dan program World Food PBB.
Selama 90 hari kedepan, SMAP dan sistem kontrol yang akan ditugaskan untuk memastikan SMAP berfungsi penuh siap untuk memulai pengumpulan data ilmiah rutin.
Operasi ilmu SMAP akan mulai, dan data SMAP akan dikalibrasi dan divalidasi. Rilis pertama data produk kelembaban tanah SMAP diharapkan ada dalam waktu sembilan bulan. Data ilmiah yang divalidasi sepenuhnya diharapkan akan dirilis dalam waktu 15 bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015