Pontianak, 26/2 (Antara) - Pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Barat mengaku kesulitan menyusun program pembangunan berbasis kependudukan karena terhambat data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik Kalbar yang selalu tidak relevan dengan data kependudukan yang ada.

"Bagaimana kita bisa merencanakan program pembangunan yang ada di daerah kita kalau data yang disajikan BPS selalu bertolak belakang dan tidak relevan dengan data yang ada di setiap desa dan data yang dimiliki pemkab," kata Bupati Landak, Adrianus Asia Sidot saat menghadiri Seminar Rancangan Awal, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) di balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Pontianak, Kamis.

Menurutnya, ketidaksesuaian data kependudukan dari BPS dengan data Pemkab menyebabkan kesalahan dalam perencanaan pembangunan yang dibuat oleh Pemkab Landak.

"Sebagai contoh, menurut data BPS, jumlah penduduk kabupaten Landak berjumlah 347.000 lebih. Namun, berdasarkan data yang dimiliki Dinas Dukcapil Landak yang dihimpun setiap bulan, jumlahnya saat ini mendekati 400 ribu jiwa," tuturnya.

Perbedaan data itu yang menyebabkan kekeliruan dalam penyusunan berbagai program yang terkait dengan jumlah masyarakat, termasuk masyarakat miskin penerima bantuan sosial dari pemerintah pusat, provinsi dan daerah.

"Ini yang menyebabkan kami sering protes kepada BPS, karena mereka selalu beralasan bahwa data yang dimiliki mereka berdasarkan UU BPS, dimana angka kependudukan mengacu pada angka proyeksi. Jadi jelas kita mempertanyakan, yang mana lebih relevan, apakah data proyeksi atau data laporan "by name dan by address" yang dilaporkan oleh kepala desa dan camat yang selalu diperbaharui setiap bulannya," kata Adrianus.

Hal serupa juga disampaikan oleh Wali Kota Pontianak, Sutarmidji yang juga meminta kepada BPS untuk menyelaraskan data milik BPS dengan data yang dimiliki oleh Pemkot, agar berbagai program pembangunan yang ada bisa berjalan sesuai dengan perencanaan pembangunan oleh Pemkot.

"Kami juga mencontohkan, pada buku Pontianak Dalam Angka yang dikeluarkan BPS setiap tahunnya kadang angka yang ada pada dalam buku itu sendiri tidak sesuai. Misalnya, jumlah penduduk kota Pontianak 590 ribu jiwa lebih, namun pada angka yang terdapat pada kolom agama, di buku yang sama jumlah penduduk Pontianak menjadi 630 ribu, sehingga logikanya ada tambahan 40 ribu warga Pontianak memiliki dua agama dan jelas ini sangat lucu," kata Sutarmidji.

Dia mengungkapkan masih banyak contoh lain yang menunjukkan ketidaksesuaian data yang disajikan oleh BPS dengan data yang dimiliki oleh Pemkot yang mengakibatkan banyak program pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tidak bisa berjalan dengan baik.

"Jadi hal ini yang menjadi salah satu penghambat bagi kita dalam menyusun berbagai program yang ada. Sehingga sampai sekarang saya selalu tidak percaya dengan data yang disajikan oleh BPS dan tentu kami sangat menyesalkan hal ini," katanya.

Di tempat yang sama, Wali Kota Singkawang Awang Ishak menyarankan perlu adanya pembenahan terhadap data yang disajikan oleh BPS karena menyangkut pada banyak program pembangunan yang selalu saja terhambat direalisasikan.

"Kalau datanya semraut, bagaimana bisa kita merencanakan pembangunan dengan baik. Ini harus menjadi perhatian bagi kita semua agar program pembangunan yang ada bisa berjalan dengan baik," katanya.

(KR-RDO/N005)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015