Jakarta (Antar Kalbar) - Harga minyak yang turun seharusnya dapat menguntungkan warga miskin di berbagai belahan dunia karena anjloknya harga komoditas penting tersebut juga dinilai bisa berdampak kepada menurunnya harga komoditas pangan.

"Akibat jatuhnya harga minyak bagi ekonomi dunia dan negara-negara berkembang seharusnya bisa positif dalam jangka menengah, meski negara-negara pengekspor minyak akan terdampak parah," kata Wakil Presiden Senior Bank Dunia Kaushik Basu dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Bank Dunia, harga minyak yang rendah seharusnya mengendurkan tekanan kepada harga komoditas lainnya khususnya gas alam, pupuk, dan komoditas pangan.

Dengan demikian, harga pangan yang lebih murah seharusnya menguntungkan bagi warga miskin dunia, yang 70 persennya tinggal di negara-negara pengimpor minyak bumi.

Selain itu, harga minyak yang jatuh juga dinilai dapat menjadi pendorong guna mengurangi tingkat kemiskinan global karena pengeluaran yang dikeluarkan oleh negara terkait dengan subsidi BBM dapat dialihkan kepada berbagai program prorakyat miskin.

Dalam kajian baru Bank Dunia yang bertajuk "The Great Plunge in Oil Prices: Causes, Consequences, and Policy Responses" tercatat bahwa antara periode 2014 hingga Februari 2015 terjadi penurunan harga minyak hampir 50 persen.

Lembaga keuangan multilateral itu berpendapat bahwa fenomena itu kemungkinan juga menandai berakhirnya siklus harga super komoditas yang dimulai sejak awal tahun 2000-an.

Di Indonesia, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir di Jakarta, Selasa (3/3), meminta pemerintah segera menstabilkan kenaikan harga beras untuk mengurangi beban bagi rakyat khususnya warga miskin.

Terkait itu, ia mengkritisi peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga beras yang selama ini dinilai kerap tidak berjalan maksimal.

Ia menegaskan, Bulog seharusnya dapat mempersiapkan segala kemungkinan dalam upaya menjaga stabilitas harga beras apa pun situasinya. Selain itu, ujar dia, Bulog juga semestinya dapat bekerja sama lebih baik lagi dengan aparat terkait dalam menindak spekulan dan importir beras yang nakal.

Sebelumnya, pengamat pertanian Khudori mengatakan, para petani tidak mendapat keuntungan terkait dengan kenaikan harga beras saat ini.

Menurut dia, pihak yang paling diuntungkan ialah mereka yang ada di level tengah, pedagang besar atau pemilik penggilingan. "Justru yang paling dirugikan adalah petani dan konsumen," katanya.

Akibat ketidakseimbangan dalam harga jual di tingkat petani dengan pedagang, lanjut dia, terdapat celah harga yang relatif sangat besar.

Harga pembelian pemerintah (HPP) pada beras lebih rendah dari pada harga jual di pasar, yakni HPP-nya sebesar Rp6.800 per kilogram, sedangkan konsumen membeli beras dengan harga Rp7.400/kg.
 
(M040/S. Pinardi)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015