Seoul (Antara Kalbar) - Perdana Menteri Korea Selatan Lee Wan-Koo, Kamis, memperingatkan Jepang bahwa mereka akan menghadapi "penilaian buruk" jika tidak bisa mengungkapkan kenyataan sejarah.

Lee memberikan peringatan itu dalam jumpa pers khusus menyusul pengumuman Kementerian Pendidikan Jepang, Senin, bahwa seluruh 18 buku pelajaran sosial bagi siswa sekolah menengah menegaskan hak kepemilikan Jepang atas dua kelompok pulau yang tengah menjadi sumber sengketa dengan Tiongkok dan Korsel.

"Anda tidak bisa menutup-nutupi kebenaran. (Jepang) akan menghadapi penilaian sejarah yang buruk," kata Lee seperti dikutip kantor berita Yonhap.

"Jepang harus berhenti membelokkan sejarah," imbuh dia.

Buku sekolah baru itu juga tidak menggunakan kata "pembunuhan massal" untuk merujuk tindakan pembantaian massal Jepang terhadap warga sipil Tiongkok di Nanjing pada 1937, dan lebih memilih menggunakan kata "insiden".

Sengketa soal buku teks sering terjadi antara Tokyo, Beijing, dan Seoul terkait kejadian-kejadian dalam paruh pertama abad ke-20, ketika Jepang menginvasi dan menduduki sebagian besar wilayah Asia.

Namun, sengketa ini muncul di saat yang sensitif ketika kawasan tersebut mempersiapkan peringatan ke-70 berakhirnya Perang Dunia II, serta dengan meningkatnya rasa nasionalisme di ketiga negara tersebut.

Segera setelah pengumuman soal buku teks itu pada Senin, Kementerian Luar Negeri Korsel memanggil Duta Besar Jepang Koro Bessho untuk menyampaikan protes.

Sengketa wilayah antara Seoul dan Tokyo terkait kepemilikan kepulauan Dokdo yang dikuasai Korsel di Laut Timur (Laut Jepang), yang oleh Jepang dikenal dengan nama Takeshima. Sengketa ini menjadi titik tumpu konflik kedaulatan yang telah berlangsung selama satu dekade.

Pewarta:

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015