Jakarta (Antara Kalbar) - Pasien stroke berisiko dua kali lebih tinggi untuk bunuh diri dibandingkan mereka yang tidak menderita stroke, menurut studi terbaru yang disiarkan jurnal Neurology .
Temuan studi menunjukkan, dari 1.217 orang pasien stroke yang mencoba bunuh diri selama masa studi, 260 orang benar-benar bunuh diri. Kemudian, di antara pasien berusia 55 tahun, risiko bunuh diri naik lima kali lipat.
Untuk sampai pada kesimpulan ini, para peneliti Universitas Umea di Swedia menganalisis 220.336 orang penderita stroke di Swedia sepanjang 2001-2012.
Peneliti juga menemukan, pasien dengan tingkat pendidikan atau pendapapatan rendah berisiko 37 pesen lebih tinggi untuk bunuh diri.
Lalu, mereka yang hidup sendiri meningkat risiko melakukan bunuh diri sampai sekitar 72 persen.
Peningkatan risiko bunuh diri di antara pasien stroke terjadi pada mereka yang mengalami depresi berat setelah terdiagnosis menderita stroke dan memiliki tingkat stroke berat.
Peneliti studi, sekaligus dosen senior dari Fakultas Kedokteran Klinis Universitas Umea, Marie Eriksson, mengungkapkan, para pasien stroke membutuhkan dukungan psikologis dan sosial, khususnya pada dua tahun pertama sejak terdiagnosa stroke, demikian Medical News Today.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
Temuan studi menunjukkan, dari 1.217 orang pasien stroke yang mencoba bunuh diri selama masa studi, 260 orang benar-benar bunuh diri. Kemudian, di antara pasien berusia 55 tahun, risiko bunuh diri naik lima kali lipat.
Untuk sampai pada kesimpulan ini, para peneliti Universitas Umea di Swedia menganalisis 220.336 orang penderita stroke di Swedia sepanjang 2001-2012.
Peneliti juga menemukan, pasien dengan tingkat pendidikan atau pendapapatan rendah berisiko 37 pesen lebih tinggi untuk bunuh diri.
Lalu, mereka yang hidup sendiri meningkat risiko melakukan bunuh diri sampai sekitar 72 persen.
Peningkatan risiko bunuh diri di antara pasien stroke terjadi pada mereka yang mengalami depresi berat setelah terdiagnosis menderita stroke dan memiliki tingkat stroke berat.
Peneliti studi, sekaligus dosen senior dari Fakultas Kedokteran Klinis Universitas Umea, Marie Eriksson, mengungkapkan, para pasien stroke membutuhkan dukungan psikologis dan sosial, khususnya pada dua tahun pertama sejak terdiagnosa stroke, demikian Medical News Today.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015