Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - Setelah hampir lima bulan, kasus dugaan pembalakan liar yang diduga dilakukan PT Rafi Kamajaya Abadi (RKA) dan PT Adau Agro Kalbar (AAK) di wilayah Kabupaten Melawi akhirnya berakhir.
    
Polisi mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) sesuai hasil gelar perkara baik ditingkat Polres Melawi ataupun di tingkat Polda Kalbar menyatakan perkara tersebut dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti.
   
"Hasil gelar perkara yang kita lakukan baik di tingkat Polres Melawi dan Polda Kalbar, yang kemudian melakukan pemeriksan kepada sejumlah saksi ahli. Sepakat mengambil sebuah keputusan yang juga dihadiri Irwasda Polda Kalbar termasuk berkonsultasi dengan Bareskrim. Bahwa perkara tersebut tidak cukup bukti," ungkap Kapolres Melawi AKBP Cornelis M Simanjuntak kepada sejumlah wartawan saat menggelar jumpa pers di aula Tribarata Mapolres Melawi.
    
Dengan demikian, Lanjut Cornelis, police line di kedua lokasi PT Rafi Kamajaya Abadi dan PT Adau Agro Kalbar segera dibuka oleh pihak kepolisian. Begitu pula dengan barang bukti lainnya, seperti kayu dan alat berat milik kedua perusahaan.
    
Ia melanjutkan, pembukaan garis polisi sangatlah penting karena sudah keluar sebuah keputusan yang jelas dan untuk menghindari persepsi lain.
    
"Kita khawatirkan jika lama diserahkan maka kondisi kayu yang berjumlah kurang lebih empat ribu kubik semakin rusak sehingga tidak memiliki nilai ekonomis, begitu juga dengan alat berat takutnya makin rusak," terangnya.
   
Ia menjelaskan bahwa dari keterangan saksi ahli, bahwa penerapan UU No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H) merupakan penentuan terhadap kawasan hutan.
    
Inilah yang menjadi objek utama dalam penerapan UU tersebut terhadap kasus yang menimpa kedua perusahaan perkebunan sawit ini. "Sehingga PT Rafi dan PT Adau yang melakukan eksploitasi perkebunan sawit dan sudah mendapatkan izin usaha perkebunan (IUP) dari pemerintah daerah yang berada di areal pengguna lainnya (APL) bukan didalam kawasan hutan. Oleh karena itulah, penerapan UU No 18 tahun 2013 tidak bisa dilakukan,” kata Cornelis.
    
Dua perusahaan itu, lanjut Kapolres pun dinyatakan tidak melanggar UU nomor 18 tersebut karena telah memiliki dokumen pengangkutan kayu hasil tebangan berdasarkan IPK yang dimiliki berupa SKSKB, walau memang saat penangkapan dilakukan dokumen tersebut tidak ada.
    
"Hanya selang beberapa hari kemudian dokumen tersebut diserahkan ke kami. Setelah melakukan pengambilan titik koordinat, ternyata Rafi dan Adau masih berada di wilayah APL,” terangnya.
    
Polres Melawi sendiri sudah melakukan gelar perkara kasus ini di polda tanggal 14 Maret dan 31 Maret lalu. Kasus ini muncul setelah adanya laporan dugaan pembalakan liar di wilayah dua perusahaan tersebut oleh masyarakat.
    
"Kita juga tidak mungkin memaksakan kehendak penyidik untuk melakukan penuntutan. Jadi karena tak cukup bukti, kasus ini dihentikan," ujarnya.
    
Saat dikonfirmasi, Humas PT Adau Agro Kalbar, Anton, membenarkan bahwa police line yang berada di salah satu lokasi perkebunan PT Adau Agro Kalbar yang dilakukan oleh pihak Polres Melawi terkait kasus tersebut kini sudah dibuka . Atas nama pihak perusahaan, ia sangat menyambut baik atas apa yang telah dilakukan pihak kepolisian.
    
"Yang jelas kami dalam berinvestasi perkebunan sawit di Melawi tetap mengacu pada aturan yang ada. Mana berani kita main garap begitu saja, tanpa ada payung hukum jelas. Baik itu dalam penggarapan LC ataupun dalam pemanfaatan kayu melalui IPK," pungkasnya.


Pewarta: Eko S

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015