Jakarta (Antara Kalbar) - Harian New York Times menyatakan tiga lembaga Amerika Serikat --Kejaksaaan Agung, FBI dan Ditjen Pajak Amerika Serikat IRS-- melukiskan badan sepak bola dunia FIFA setara dengan keluarga mafia dan kartel-kartel narkoba.
Para penegak hukum AS itu menyebut para pejabat puncak FIFA memperlakukan keputusan bisnis FIFA sebagai kuitansi untuk diperdagangkan demi memperkaya diri mereka sendiri.
"Seorang pejabat sepak bola bisa mengutip suap sekitar 10 juta dolar AS (Rp131 miliar)," kata Jaksa Agung Amerika Serikat Loretta E. Lynch.
Lynch melanjutkan, "individu-individu dan organisasi-organisasi sepak bola ini terlibat dalam suap untuk memutuskan siapa yang menayangkan pertandingan-pertandingan, di mana pertandingan-pertandingan itu akan digelar, dan siapa yang seharusnya memimpin organisasi yang mengelola sepak bola di seluruh dunia."
Kemarin, polisi Swiss, atas permintaan pihak berwenang Amerika Serikat, telah menangkap sejumlah pejabat teras FIFA atas tudahan suap, pemerasan dan pencucian uang.
Kejaksaan Agung Amerika Serikat sendiri mengumumkan 14 nama, selain mengungkapkan beberapa eksekutif pemasaran sepak bola dari AS dan Amerika Selatan telah menyuap sekitar 150 juta dolar (hampir Rp2 triliun) dalam kaitannya dengan berbagai turnamen sepak bola besar.
Para pejabat FIFA yang ditangkap itu adalah Eduardo Li, Jeffrey Webb, Eugenio Figueredo, Jack Warner, Julio Rocha, Costas Takkas, Rafael Esquivel, Jose Maria Marin san Nicolas Leoz.
Menurut New York Times, lalu lintas uang suap mereka mengikuti skema saluran yang rumit. Para jaksa AS lalu mengungkapkan berbagai modus mereka dalam melakukan korupsi tersebut.
Modus-modus mereka adalah menggunakan kontrak konsultan palsu untuk menyalurkan pembayaran ilegal; mengirimkan uang melalui rekanan-rekanan yang bekerja di bank atau perdagangan mata uang; membuat perusahaan abal-abal untuk menghindari pajak; menyembunyikan rekening-rekening bank asing; menggunakan kotak-kotak besi penyimpan uang; "menyelundupkan uang tunai dalam jumlah besar".
Beberapa pembayaran suap itu dilakukan dengan pola kuno, seperti terjadi pada tawaran tender Afrika Selatan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.
Jack Warner, yang saat itu anggota Komite Eksekutif FIFA, mengutus seorang rekanan untuk terbang ke Paris, guna menerima sebuah koper penuh berisi uang tunai 10.000 dolar AS (Rp131 juta) dari seorang anggota komite tender Afrika Selatan, dan kemudian menyerahkan koper itu kepada Warner di Trinidad.
Kemudian, seorang anggota komite tender tuan rumah Piala Dunia dari Maroko menawari Warner 1 juta dolar AS (Rp13,1 miliar) dengan balasan satu suara dia, namun tawaran orang Maroko ini kalah jumlah oleh komite tender Afrika Selatan yang memasang angka 10 juta dolar AS (Rp131 miliar) untuk satu suara Warner dan dua orang anggota Komite Eksekutif FIFA lainnya, guna memenangkan Afrika Selatan.
Ketiga orang anggota Komite Eksekutif FIFA ini akhirnya memilih Afrika Selatan, kata para jaksa AS dalam surat dakwaannya.
Menurut New York Times, bukan hanya itu, karena ternyata pemilihan presiden FIFA pada 2011 juga melibatkan Warner.
Seorang pesekongkol yang tak diungkapkan namanya dengan hanya disebut "seorang pejabat puncak FIFA dan AFC" yang mencalonkan menjadi Presiden FIFA, menghubungi Warner.
Pesekongkol itu mengatakan ingin mensosialisasikan pencalonan dirinya kepada para pejabat sepak bola dengan meminta Warner mengatur pertemuan dengan para pejabat itu.
Demi kepentingan itu si pesekongkol mengalirkan dana sebesar 363 ribu dolar AS, tepatnya 363.537,98 dolar (sekitar Rp4,7 miliar), kepada Warner.
Untuk sebuah pertemuan yang berlangsung pada Mei 2011, Warner meminta para pejabat Uni Sepak Bola Karibia (CFU) untuk berkumpul di Hyatt Regency di Trinidad di mana di situ si pesekongkol menyampaikan program pencalonannya kepada para pejabat sepak bola itu. Kemudian, Warner menginformasikan kepada para pejabat itu untuk menerima "hadiah" di sebuah ruangan konferensi.
"Hadiah" itu ternyata dalam bentuk uang tunai sebesar 40 ribu dolar AS (Rp524 juta), yang dibagikan dalam amplop-amplop.
Pagi harinya, Warner memanggil para pejabat CFU itu dalam sebuah rapat terpisah. Dia ternyata marah karena salah seorang pejabat CFU "bernyanyi" dengan memperingatkan konfederasi sepak bola Concacaf mengenai pembayaran "hadiah" yang ternyata suap ini.
Concacaf adalah konfederasi lebih besar dari CFU, seperti konfederasi sepak bola Asia (AFC) terhadap konfederasi sepak bola Asean (AFF).
Di situ Warner luar biasa marah dengan berkata, "Ada beberapa orang di sini yang menganggap diri mereka lebih saleh dibandingkan kita."
Warner melanjutkan, "Jika Anda saleh, buka saja gereja, kawan-kawan. Bisnis adalah bisnis."
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
Para penegak hukum AS itu menyebut para pejabat puncak FIFA memperlakukan keputusan bisnis FIFA sebagai kuitansi untuk diperdagangkan demi memperkaya diri mereka sendiri.
"Seorang pejabat sepak bola bisa mengutip suap sekitar 10 juta dolar AS (Rp131 miliar)," kata Jaksa Agung Amerika Serikat Loretta E. Lynch.
Lynch melanjutkan, "individu-individu dan organisasi-organisasi sepak bola ini terlibat dalam suap untuk memutuskan siapa yang menayangkan pertandingan-pertandingan, di mana pertandingan-pertandingan itu akan digelar, dan siapa yang seharusnya memimpin organisasi yang mengelola sepak bola di seluruh dunia."
Kemarin, polisi Swiss, atas permintaan pihak berwenang Amerika Serikat, telah menangkap sejumlah pejabat teras FIFA atas tudahan suap, pemerasan dan pencucian uang.
Kejaksaan Agung Amerika Serikat sendiri mengumumkan 14 nama, selain mengungkapkan beberapa eksekutif pemasaran sepak bola dari AS dan Amerika Selatan telah menyuap sekitar 150 juta dolar (hampir Rp2 triliun) dalam kaitannya dengan berbagai turnamen sepak bola besar.
Para pejabat FIFA yang ditangkap itu adalah Eduardo Li, Jeffrey Webb, Eugenio Figueredo, Jack Warner, Julio Rocha, Costas Takkas, Rafael Esquivel, Jose Maria Marin san Nicolas Leoz.
Menurut New York Times, lalu lintas uang suap mereka mengikuti skema saluran yang rumit. Para jaksa AS lalu mengungkapkan berbagai modus mereka dalam melakukan korupsi tersebut.
Modus-modus mereka adalah menggunakan kontrak konsultan palsu untuk menyalurkan pembayaran ilegal; mengirimkan uang melalui rekanan-rekanan yang bekerja di bank atau perdagangan mata uang; membuat perusahaan abal-abal untuk menghindari pajak; menyembunyikan rekening-rekening bank asing; menggunakan kotak-kotak besi penyimpan uang; "menyelundupkan uang tunai dalam jumlah besar".
Beberapa pembayaran suap itu dilakukan dengan pola kuno, seperti terjadi pada tawaran tender Afrika Selatan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.
Jack Warner, yang saat itu anggota Komite Eksekutif FIFA, mengutus seorang rekanan untuk terbang ke Paris, guna menerima sebuah koper penuh berisi uang tunai 10.000 dolar AS (Rp131 juta) dari seorang anggota komite tender Afrika Selatan, dan kemudian menyerahkan koper itu kepada Warner di Trinidad.
Kemudian, seorang anggota komite tender tuan rumah Piala Dunia dari Maroko menawari Warner 1 juta dolar AS (Rp13,1 miliar) dengan balasan satu suara dia, namun tawaran orang Maroko ini kalah jumlah oleh komite tender Afrika Selatan yang memasang angka 10 juta dolar AS (Rp131 miliar) untuk satu suara Warner dan dua orang anggota Komite Eksekutif FIFA lainnya, guna memenangkan Afrika Selatan.
Ketiga orang anggota Komite Eksekutif FIFA ini akhirnya memilih Afrika Selatan, kata para jaksa AS dalam surat dakwaannya.
Menurut New York Times, bukan hanya itu, karena ternyata pemilihan presiden FIFA pada 2011 juga melibatkan Warner.
Seorang pesekongkol yang tak diungkapkan namanya dengan hanya disebut "seorang pejabat puncak FIFA dan AFC" yang mencalonkan menjadi Presiden FIFA, menghubungi Warner.
Pesekongkol itu mengatakan ingin mensosialisasikan pencalonan dirinya kepada para pejabat sepak bola dengan meminta Warner mengatur pertemuan dengan para pejabat itu.
Demi kepentingan itu si pesekongkol mengalirkan dana sebesar 363 ribu dolar AS, tepatnya 363.537,98 dolar (sekitar Rp4,7 miliar), kepada Warner.
Untuk sebuah pertemuan yang berlangsung pada Mei 2011, Warner meminta para pejabat Uni Sepak Bola Karibia (CFU) untuk berkumpul di Hyatt Regency di Trinidad di mana di situ si pesekongkol menyampaikan program pencalonannya kepada para pejabat sepak bola itu. Kemudian, Warner menginformasikan kepada para pejabat itu untuk menerima "hadiah" di sebuah ruangan konferensi.
"Hadiah" itu ternyata dalam bentuk uang tunai sebesar 40 ribu dolar AS (Rp524 juta), yang dibagikan dalam amplop-amplop.
Pagi harinya, Warner memanggil para pejabat CFU itu dalam sebuah rapat terpisah. Dia ternyata marah karena salah seorang pejabat CFU "bernyanyi" dengan memperingatkan konfederasi sepak bola Concacaf mengenai pembayaran "hadiah" yang ternyata suap ini.
Concacaf adalah konfederasi lebih besar dari CFU, seperti konfederasi sepak bola Asia (AFC) terhadap konfederasi sepak bola Asean (AFF).
Di situ Warner luar biasa marah dengan berkata, "Ada beberapa orang di sini yang menganggap diri mereka lebih saleh dibandingkan kita."
Warner melanjutkan, "Jika Anda saleh, buka saja gereja, kawan-kawan. Bisnis adalah bisnis."
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015