Sekadau (Antara Kalbar) - Manajemen pabrik CPO PT. Multi Jaya Perkasa (MJP) dan Tintin Boyok Sawit Makmur (TBSM) yang beroperasi di pehuluan Sungai Peniti Kabupaten Sekadau siap bertanggung-jawab atas dampak yang timbul karena pencemaran.

"Kami sepakat berdamai dan perusahaan siap mengganti rugi. Dalam pertemuan itu juga tercapai kata sepakat antara masyarakat Peniti dan manajemen pabrik CPO. Inti kesepakatan itu, masing-masing perusahaan siap mengganti kerugian yang diderita warga," ujar Kepala Desa Peniti,  Abang Ramly, usai pertemuan di Desa Peniti yang melibatkan manajemen kedua perusahaan, Badan Lingkungan Hidup serta pihak kepolisian dan warga.

Sejak April lalu, Sungai Peniti diduga tercemar mengakibatkan matinya ikan-ikan di sungai serta memicu penyakit gatal-gatal sejumlah warga yang mandi di sungai tersebut. Hasil uji laboratorium belum dirilis secara resmi.

Beberapa poin kesepakatan antara kedua belah pihak diantaranya ganti rugi ikan di keramba warga yang mati akibat pencemaran sungai. Ikan-ikan yang mati akan diganti sesuai proposal dari masyarakat. Tak hanya itu, sebagai kompensasi hilangnya sumber air, warga juga mengajukan penyediaan sarana air bersih berupa sumur bor di tiap-tiap rumah warga yang terkena dampak pencemaran sungai.

"Karena warga kami sudah tidak punya sumber air, sebagai kompensasinya kami minta agar perusahaan menyediakan sarana air bersih untuk masyarakat. Lebih jauh, masyarakat Peniti juga mendesak PT. TBSM dan MJP untuk memperbaiki pengelolaan limbah pabrik. Masyarakat tak ingin hal serupa terjadi lagi. Kami juga mendesak agar manajemen pabrik memperbaiki pengelolaan limbah supaya kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa mendatang," tegas Abang Ramly.

Sebelumnya, 11 Juni lalu perwakilan masyarakat Desa Peniti mendatangi kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) untuk mempertanyakan hasil pengujian sampel limbah. Namun, pihak BLH belum mendapat hasil dari laboratorium.
    Tak puas, warga pun melakukan audiensi dengan Bupati Sekadau pada hari yang sama. Dari hasil audiensi, Bupati menyarankan agar persoalan ini diselesaikan secepatnya dengan mengedepankan prinsip kekeluargaan.

"Pak Bupati menyarankan selesaikan secara kekeluargaan, jangan sampai anarkis. Warga masih menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel limbah dari dua pabrik CPo tersebut. Warga berharap BLH Kabupaten Sekadau bersikap transparan dalam memediasi masalah ini. Kami berharap BLH transparan," kata Ramly.

Dalam undang-undang Lingkungan Hidup nomor 32 Tahun 2009 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran,memasukan benda berbahaya dan beracun (B3) ke media lingkungan hidup, pelanggarnya sudah diatur dengan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan denda minimal Rp1 miliar.

Pewarta: Arkadius Gansi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015