Sekadau (Antara Kalbar) - Sebuah rumah semen di pinggir Sungai Kapuas di RT 04 Desa Seraras, dipenuhi kerumunan warga. Kebanyakan diantara mereka adalah kerabat Shufia Mirawati, gadis 17 tahun yang dikabarkan menjadi korban jatuhnya pesawat C-130 Hercules di Medan.
Di sudut ruangan, seorang wanita berumur 39 tahun duduk terisak. Matanya masih sembab. Wanita ini adalah Ayang Maria, ibu kandung Mira.
Dari raut wajahnya, ia tampak sangat terpukul mendengar berita buruk tentang putrinya. Meski masih larut dalam kesedihan, Ayang bersedia meladeni wartawan yang datang untuk menggali informasi lebih jauh tentang Mira.
"Saya sama sekali tidak menyangka jika Mira akan mengalami nasib yang begitu tragis. Sebelum kejadian itu, tidak ada firasat buruk, tak tahunya dengar kabar pesawat yang ditumpangi dia jatuh dan terbakar," kisah Ayang sambil sesekali menyeka air matanya, kepada para pewarta.
Dia melanjutkan, memang sempat ada semacam pertanda dari Mira. Malam hari sebelum ikut penerbangan, Mira sempat menghubungi ibunya melalui sambungan telepon. Kala itu, Mira sempat meminta dido’akan agar proses penerbangan berlangsung lancar.
Tanda-tanda tak berhenti disitu. Pagi harinya sekitar pukul 09.00 WIB, atau dua jam sebelum pesawat jatuh di Medan, Mira kembali menelepon ibunya dan meminta do’a sekali lagi agar perjalanan dilancarkan.
"Paginya itu jam 9 dia masih sempat nelpon sebelum terbang. Intinya dia minta do’a lagi supaya pesawat lancar. Sebagai orangtua kita pasti mendoakan. Namun siapa yang menyangka itu jadi komunikasi terakhir kami," kenang Ayang Maria.
Mira memang jarang pulang ke Sekadau. Selain jarak yang jauh, juga butuh biaya yang tidak sedikit untuk ongkos perjalanan.
Mira sendiri baru saja lulus dari SMA Negeri 1 Jiwan, Jawa Timur. Ia juga sudah dinyatakan lolos dalam tes masuk akademi keperawatan di Madiun.
Gadis kelahiran tahun 1997 ini sejak jauh hari memang berencana untuk menghabiskan libur lebaran bersama orangtuanya di Sekadau. Namun, semua sudah terjadi.
"Meski sangat berat, kita sudah mengikhlaskan jika memang putrinya telah tiada. Tapi, satu hal yang paling diinginkan saat ini adalah melihat jasad putri kami dan memakamkan di kampung halaman sebagai bentuk penghormatan terakhir. Saya sudah ikhlas. Minta jasadnya dipulangkan supaya kami bisa memakamkan disini di kampung halamannya," harap Ayang Maria.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
Di sudut ruangan, seorang wanita berumur 39 tahun duduk terisak. Matanya masih sembab. Wanita ini adalah Ayang Maria, ibu kandung Mira.
Dari raut wajahnya, ia tampak sangat terpukul mendengar berita buruk tentang putrinya. Meski masih larut dalam kesedihan, Ayang bersedia meladeni wartawan yang datang untuk menggali informasi lebih jauh tentang Mira.
"Saya sama sekali tidak menyangka jika Mira akan mengalami nasib yang begitu tragis. Sebelum kejadian itu, tidak ada firasat buruk, tak tahunya dengar kabar pesawat yang ditumpangi dia jatuh dan terbakar," kisah Ayang sambil sesekali menyeka air matanya, kepada para pewarta.
Dia melanjutkan, memang sempat ada semacam pertanda dari Mira. Malam hari sebelum ikut penerbangan, Mira sempat menghubungi ibunya melalui sambungan telepon. Kala itu, Mira sempat meminta dido’akan agar proses penerbangan berlangsung lancar.
Tanda-tanda tak berhenti disitu. Pagi harinya sekitar pukul 09.00 WIB, atau dua jam sebelum pesawat jatuh di Medan, Mira kembali menelepon ibunya dan meminta do’a sekali lagi agar perjalanan dilancarkan.
"Paginya itu jam 9 dia masih sempat nelpon sebelum terbang. Intinya dia minta do’a lagi supaya pesawat lancar. Sebagai orangtua kita pasti mendoakan. Namun siapa yang menyangka itu jadi komunikasi terakhir kami," kenang Ayang Maria.
Mira memang jarang pulang ke Sekadau. Selain jarak yang jauh, juga butuh biaya yang tidak sedikit untuk ongkos perjalanan.
Mira sendiri baru saja lulus dari SMA Negeri 1 Jiwan, Jawa Timur. Ia juga sudah dinyatakan lolos dalam tes masuk akademi keperawatan di Madiun.
Gadis kelahiran tahun 1997 ini sejak jauh hari memang berencana untuk menghabiskan libur lebaran bersama orangtuanya di Sekadau. Namun, semua sudah terjadi.
"Meski sangat berat, kita sudah mengikhlaskan jika memang putrinya telah tiada. Tapi, satu hal yang paling diinginkan saat ini adalah melihat jasad putri kami dan memakamkan di kampung halaman sebagai bentuk penghormatan terakhir. Saya sudah ikhlas. Minta jasadnya dipulangkan supaya kami bisa memakamkan disini di kampung halamannya," harap Ayang Maria.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015