Sekadau (Antara Kalbar) - Kebijakan pemerintah mengganti nomenklatur Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi Kementerian Negara Agraria dan Tata Ruang ternyata meninggalkan efek domino. Sejak BPN digabung ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang, kinerja BPN pun sedikit terganggu seperti yang dialami BPN Kabupaten Sekadau.

"Perubahan nomenklatur itu berimbas pada kinerja kami. Contoh nyata, terlihat dalam progres pengurusan sertifikat tanah melalui Program Nasional Agrasia (Prona). Dari 850 target sertifikat yang harus diterbitkan tahun ini, baru sekitar 220 sertifikat yang sudah selesai diproses. Jika dikalkulasikan dengan waktu yang sudah lebih dari setengah tahun, semestinya BPN sudah menerbitkan sedikitnya 500 sertifikat prona. Namun akibat perubahan nomenklatur itu, angka ideal penerbitan sertifikat prona itu pun belum bisa tercapai," kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sekadau, Eko Herry S.

Menurut Eko, dengan adanya perubahan nomenklatur tersebut, anggaran biaya untuk penerbitan sertifikat prona, seperti biaya pengukuran, tidak bisa dicairkan hingga sekarang. Akibatnya, proses pengukuran terhadap tanah yang ingin dibuatkan sertifikat pronanya pun terhambat. Sejak Januari hingga sekarang pihaknya bahkan tidak bisa mencairkan kegiatan pengukuran.

"Ini karena DIPA-nya ada perubahan, sementara kita sendiri tidak punya sumber pembiayaan lain. Meski demikian, pihak kita tetap berusaha mensiasati ketiadaan dana pengukuran itu. Diantarnya tetap melakukan pengukuran di daerah-daerah yang mudah terjangkau dari Kota Sekadau. Daerah-daerah yang dekat dan bisa dijangkau dalam satu hari, tetap kita lakukan proses pengukurannya," pungkasnya.

Pewarta: Arkadius Gansi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015