Pontianak (Antara Kalbar) - Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai ternyata menimbulkan salah persepsi di tengah masyarakat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
Ada penjelasan dari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan sehingga aturan tersebut terbit. Intinya adalah, pemerintah selalu menghindari terjadinya pajak berganda atau satu objek pajak dikenakan pajak yang sama.
Berdasarkan aturan baru tersebut, beberapa jenis hiburan yang ditegaskan untuk tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yakni Tontonan film; Tontonan pergelaran kesenian, tontonan pergelaran musik, tontonan pergelaran tari, dan/atau tontonan pergelaran busana; Tontonan kontes kecantikan, tontonan kontes binaraga, dan tontonan kontes sejenisnya; Tontonan berupa pameran; Diskotik, karaoke, klub malam, dan sejenisnya; Tontonan pertunjukan sirkus, tontonan pertunjukan akrobat, dan tontonan pertunjukan sulap; Tontonan pertandingan pacuan kuda, tontonan pertandingan kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; serta Tontonan pertandingan olahraga.
Diakui, tak kurang dari berbagai tokoh keagaman hingga anggota DPR menyayangkan kebijakan pemerintah ini, khususnya kebijakan yang membebaskan diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya dari PPN.
Namun, yang harus dicermati adalah, pemerintah selalu berusaha untuk menjaga kewenangan pemajakan, karena Indonesia mengenal adanya Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
Pajak Pusat dipungut oleh Pemerintah Pusat melalui kewenangan yang diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan Pajak Daerah dipungut oleh Pemerintah Daerah melalui Satuan Kerja Pendapatan Daerah yang dimilikinya.
Pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah, sedangkan PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.
Pajak Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah meliputi Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi meliputi: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok. Sedangkan Pajak Kabupaten/Kota meliputi: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak sarang Burung Walet, PBB Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015