Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - DPRD Kabupaten Melawi menyerahkan ke Komisi A untuk menindaklanjuti polemik seputar mutasi pegawai oleh Penjabat Bupati Melawi Hatta.
Ketua DPRD Kabupaten Melawi, Abang Tajudin yang memimpin rapat yang diikuti semua fraksi pada Senin, memutuskan Komisi A untuk melakukan penanganan persoalan mutasi, termasuk berkoordinasi dengan Mendagri.
"Memberikan mandat pada komisi A untuk menindaklanjuti persoalan ini dengan masa kerja paling lama 10 hari. Termasuk konsultasi ke Mendagri serta lembaga terkait yang dianggap perlu," katanya.
DPRD sendiri masih terbelah soal adanya pelanggaran mutasi pegawai oleh Penjabat Bupati, Hatta yang melakukan rolling pegawai tiga kali berturut-turut. Tajudin mengungkapkan, ada proses mutasi yang tidak sesuai dengan aturan apalagi setelah DPRD melakukan hearing dengan tiga mantan anggota Baperjakat, Kamis pekan lalu.
"Yang dipersoalkan bukan cuma kewenangannya, tapi juga proses mutasi yang tidak sesuai dengan aturan. Ada camat yang eselonnya diturunkan, serta proses mutasi yang tak melibatkan baperjakat," katanya.
Wakil Ketua DPRD Melawi Kluisen memberikan opsi agar DPRD terus menindaklanjuti berbagai laporan dan temuan hasil investigasi Komisi A terutama dalam proses mutasi pegawai. Menurutnya, seharusnya Pemkab patuh dan taat terhadap aturan dalam melakukan mutasi pegawai. "Jangan hanya pakai coba-coba saja, atau pakai kerampak," katanya.
Namun, Kluisen juga mengakui perlu adanya kajian hukum terhadap berbagai peraturan yang mengatur mutasi pegawai oleh penjabat bupati. Konsultasi terhadap Mendagri perlu dilakukan untuk mengetahui apakah mutasi pegawai ini merupakan bagian dari kewenangan Pj atau tidak.
"Saya berpendapat, kita meminta saran kepada Mendagri atau BKN untuk mempertanyakan soal ini. Saya dengar juga Pj sebenarnya sudah dua kali dipanggil oleh Komisi ASN terkait aduan pelanggaran mutasi pejabat. Hanya sepertinya Pj belum juga hadir," ungkapnya.
Fraksi Gerindra yang diwakili oleh Widya Rima menyebut ada dua peraturan yang dilanggar oleh Pj dalam mutasi pegawai. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2008, khususnya pada pasal 132 poin yang salah satu poinnya dilarang melakukan mutasi pegawai, terkecuali mendapat persetujuan dari Mendagri.
"Kemudian pada PP nomor 13 tahun 2014, terkait peran baperjakat, seharusnya baperjakat bersidang 1 tahun sekali. Dalam rapat sebelumnya tiga dari lima anggota baperjakat, ternyata mengakui tak dilibatkan dalam rapat baperjakat untuk mutasi pegawai," katanya.
Widya Rima pun mengungkapkan banyak dampak dari mutasi kali ini, terutama dalam penyerapan APBD. Terkait kewenangan Pj dalam mutasi, ia berpendapat, mestinya tidak bisa hanya menggunakan satu aturan, tapi juga mesti melihat aturan lain.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Malin mengatakan, fraksinya menolak untuk dibentuk pansus terhadap persoalan mutasi pegawai. Menurutnya, bila ada yang dirugikan secara personal karena mutasi, yang bersangkutan bisa menggunakan jalur PTUN.
"Ini kan persoalannya sebenarnya cuma satu. Yakni soal kewenangan atau bukan saja. Untuk menguji itu, lebih baik komisi A berkoordinasi langsung dengan Mendagri. Kan SK Pj yang mengeluarkan adalah Mendagri," usulnya.
Malin pun mengatakan setelah ada pendapat yang jelas dari Mendagri soal mutasi pejabat oleh Pj, barulah DPRD bisa menentukan sikap. Baik dengan meminta keterangan atau bahkan mengajukan penggantian.
"Jadi kalau ini belum jelas, janganlah alang-alang (tanggung-tanggung). Mestinya kita juga harus memanggil baperjakat yang aktif sekarang. Kalau memang mutasi ini bukan kewenangan Pj, itu merupakan pelanggaran serius. Tapi kalau memang itu bagian dari kewenangannya, ya tidak ada masalah kan," katanya.
Malin juga meminta dewan mengkaji benar pasal 132 dalam PP nomor 49 tahun 2008. Karena di pasal tersebut tak mengatur Pj yang diangkat karena masa jabatan bupati dan wakil bupatinya habis. Hanya mengatur kepala daerah yang mundur karena maju kembali dalam pilkada.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
Ketua DPRD Kabupaten Melawi, Abang Tajudin yang memimpin rapat yang diikuti semua fraksi pada Senin, memutuskan Komisi A untuk melakukan penanganan persoalan mutasi, termasuk berkoordinasi dengan Mendagri.
"Memberikan mandat pada komisi A untuk menindaklanjuti persoalan ini dengan masa kerja paling lama 10 hari. Termasuk konsultasi ke Mendagri serta lembaga terkait yang dianggap perlu," katanya.
DPRD sendiri masih terbelah soal adanya pelanggaran mutasi pegawai oleh Penjabat Bupati, Hatta yang melakukan rolling pegawai tiga kali berturut-turut. Tajudin mengungkapkan, ada proses mutasi yang tidak sesuai dengan aturan apalagi setelah DPRD melakukan hearing dengan tiga mantan anggota Baperjakat, Kamis pekan lalu.
"Yang dipersoalkan bukan cuma kewenangannya, tapi juga proses mutasi yang tidak sesuai dengan aturan. Ada camat yang eselonnya diturunkan, serta proses mutasi yang tak melibatkan baperjakat," katanya.
Wakil Ketua DPRD Melawi Kluisen memberikan opsi agar DPRD terus menindaklanjuti berbagai laporan dan temuan hasil investigasi Komisi A terutama dalam proses mutasi pegawai. Menurutnya, seharusnya Pemkab patuh dan taat terhadap aturan dalam melakukan mutasi pegawai. "Jangan hanya pakai coba-coba saja, atau pakai kerampak," katanya.
Namun, Kluisen juga mengakui perlu adanya kajian hukum terhadap berbagai peraturan yang mengatur mutasi pegawai oleh penjabat bupati. Konsultasi terhadap Mendagri perlu dilakukan untuk mengetahui apakah mutasi pegawai ini merupakan bagian dari kewenangan Pj atau tidak.
"Saya berpendapat, kita meminta saran kepada Mendagri atau BKN untuk mempertanyakan soal ini. Saya dengar juga Pj sebenarnya sudah dua kali dipanggil oleh Komisi ASN terkait aduan pelanggaran mutasi pejabat. Hanya sepertinya Pj belum juga hadir," ungkapnya.
Fraksi Gerindra yang diwakili oleh Widya Rima menyebut ada dua peraturan yang dilanggar oleh Pj dalam mutasi pegawai. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2008, khususnya pada pasal 132 poin yang salah satu poinnya dilarang melakukan mutasi pegawai, terkecuali mendapat persetujuan dari Mendagri.
"Kemudian pada PP nomor 13 tahun 2014, terkait peran baperjakat, seharusnya baperjakat bersidang 1 tahun sekali. Dalam rapat sebelumnya tiga dari lima anggota baperjakat, ternyata mengakui tak dilibatkan dalam rapat baperjakat untuk mutasi pegawai," katanya.
Widya Rima pun mengungkapkan banyak dampak dari mutasi kali ini, terutama dalam penyerapan APBD. Terkait kewenangan Pj dalam mutasi, ia berpendapat, mestinya tidak bisa hanya menggunakan satu aturan, tapi juga mesti melihat aturan lain.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Malin mengatakan, fraksinya menolak untuk dibentuk pansus terhadap persoalan mutasi pegawai. Menurutnya, bila ada yang dirugikan secara personal karena mutasi, yang bersangkutan bisa menggunakan jalur PTUN.
"Ini kan persoalannya sebenarnya cuma satu. Yakni soal kewenangan atau bukan saja. Untuk menguji itu, lebih baik komisi A berkoordinasi langsung dengan Mendagri. Kan SK Pj yang mengeluarkan adalah Mendagri," usulnya.
Malin pun mengatakan setelah ada pendapat yang jelas dari Mendagri soal mutasi pejabat oleh Pj, barulah DPRD bisa menentukan sikap. Baik dengan meminta keterangan atau bahkan mengajukan penggantian.
"Jadi kalau ini belum jelas, janganlah alang-alang (tanggung-tanggung). Mestinya kita juga harus memanggil baperjakat yang aktif sekarang. Kalau memang mutasi ini bukan kewenangan Pj, itu merupakan pelanggaran serius. Tapi kalau memang itu bagian dari kewenangannya, ya tidak ada masalah kan," katanya.
Malin juga meminta dewan mengkaji benar pasal 132 dalam PP nomor 49 tahun 2008. Karena di pasal tersebut tak mengatur Pj yang diangkat karena masa jabatan bupati dan wakil bupatinya habis. Hanya mengatur kepala daerah yang mundur karena maju kembali dalam pilkada.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015