Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - Komisi C DPRD Kabupaten Melawi menggelar rapat bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Melawi, Senin, membahas sejumlah agenda diantaranya munculnya pungutan liar dalam pembuatan sertifikat tanah melalui program nasional agraria (prona)..
    Anggota DPRD Melawi, Alexius mengungkapkan dirinya sendiri dikenakan biaya oleh aparatur desa yang mengurus sertifikat prona tersebut. "Ada dua sertifikat yang saya buat dikenakan biaya. Alasannya untuk cek fisik dan administrasi kantor. Padahal kalau info dari BPN prona ini tidak dipungut biaya karena sudah dianggarkan dari APBN," katanya.
    Dewan asal Dapil Ella-Menukung ini mengungkapkan, satu persil atau bidang tanah dipatok biaya sebesar Rp1,5 juta. Seandainya dalam satu tahun BPN Melawi mendapat jatah 900 persil sertifikat, maka uang yang akan diperoleh mencapai miliaran rupiah.
    "Makanya ini yang kami pertanyakan karena ini menyusahkan masyarakat kecil juga," paparnya.
    Sementara Kepala BPN Melawi Sigit Wahyudi menegaskan dalam proses pembuatan sertifikat melalui prona memang tidak dipungut biaya, khususnya untuk proses pengukuran lahan oleh BPN, karena sudah dianggarkan melalui APBN.
    "Kami menegaskan, tidak ada biaya pembuatan sertifikat prona. Jadi kalau ada laporan soal pungutan untuk membuat sertifikat, itu diluar BPN. Aturan ini sudah kami surati ke desa, biaya untuk sertifikat sudah ditanggung APBN," katanya.
    Sigit mengungkapkan, BPN bahkan sudah meminta seluruh staf pegawai untuk membuat pernyataan tidak menarik atau menerima biaya sepeser pun dari masyarakat. Mengingat seluruh proses pengukuran dalam pembuatan sertifikat prona sudah ditanggung negara.
    "Hanya untuk pengumpulan data di desa itu kewenangan desa. Yang diluar seperti persyaratan surat tanah dari desa serta administrasi termasuk materai itu tidak ditanggung oleh APBN," katanya.
    Pada tahun 2016 ini, terang Sigit, kabupaten Melawi mendapat jatah 900 bidang untuk prona, sedangkan untuk pelaku UKM ada 150 bidang dan  Identifikasi, Inventarisasi, Penguasaan Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IIP4T) ada 1.500 bidang. IP4T nanti akan difokuskan ke satu atau dua bidang.
    "Untuk prona nantinya kita rencanakan untuk di sebelas kecamatan. Hanya untuk desanya masih akan menyusul, mana yang lama belum mendapat proyek akan kita prioritaskan," jelasnya.
    Ketua Komisi C, Malin menegaskan prona dari dulu memang sudah dianggarkan dalam APBN. Dan diprioritaskan pada desa yang belum pernah mendapatkan prona. Biaya yuridis, legalisasi, hingga pengukuran digratiskan.
    "Yang mungkin ada biaya adalah biaya administrasi desa. Yang muncul dilapangan hingga sekian juta itu sebetulnya legal formal menurut BPN ini adalah persoalan di lapangan,” katanya.
    Makanya, tegas Malin, diminta kepada seluruh kades menjelaskan dengan benar bahwa tak ada pungutan prona di BPN.
    "Kalau ada pungutan biaya prona yang berlebihan diluar batas kewajaran supaya melaporkan kepada BPN atau bahkan polisi, karena ini namanya pungli. Karena prona tidak dipungut biaya apapun, kecuali biaya materai dan biaya leges,” katanya.
Prona ini lanjut Malin memang diperuntukkan bagi orang yang tidak mampu. Karena tak mampu itulah diberikan sertifikasi gratis, dan prona tidak diperuntukkan bagi masyarakat yang berkantong tebal.

Pewarta: Eko

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016