Pontianak (Antara Kalbar) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama WWF-Indonesia menandatangani kesepakatan kerja sama operasional terkait perlindungan dan pengelolaan kawasan konservasi serta tumbuhan dan satwa liar (TSL), Rabu (3/2/2016).
    Kerja sama operasional ini dimaksudkan untuk memperkuat dukungan terhadap program konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
    Dalam rilis yang diterima, Kepala Balai KSDA Kalbar Sustyo Iriyono mengatakan, langkah ini penting dilakukan sebagai sarana bekerja secara kolaboratif. "Tentunya harus ada perkembangan yang dihasilkan. Kerja sama ini bisa memperkuat upaya pengelolaan konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi secara lebih efektif, berkelanjutan, dan melibatkan semua pihak berkepentingan," kata Sustyo di Pontianak.
    Kerja sama ini dilakukan dalam rangka optimalisasi pengelolaan konservasi tumbuhan dan satwa liar di wilayah kerja Balai KSDA Kalimantan Barat dengan para mitra strategis terkait, guna mendukung dan mendorong efektifitas penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistem.
    Lebih jauh Sustyo menjelaskan, kurun waktu lima hingga enam tahun terakhir, kasus-kasus perburuan, perdagangan, penyelundupan, by catch (tangkapan sampingan yang tidak disengaja) maupun pemeliharaan satwa liar dilindungi sangat marak terjadi di Kalbar.
    Sebut saja orangutan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), enggang gading (Buceros vigil), trenggiling (Manis javanica), beruang madu (Helarctos malayanus), kukang (Nycticebous sp.), penyu (famili Cheloniidae), pesut (Orcaellabrevirostris), sirip dan bayi hiu, serta beberapa tumbuhan seperti anggrek hitam (Coelogyne pandurata) dan kantong semar (Nepenthes sp.).
    Untuk meminimalisasi hal tersebut, kata Sustyo, diperlukan pengelolaan kolaboratif yang menekankan pada penanganan kasus dan penegakan hukumnya. "Melalui kerja sama ini, harapannya akan semakin mengecilkan angka kasus-kasus terkait ancaman terhadap TSL dilindungi di Kalbar," kata dia.
    Sementara Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan dukungan dari BKSDA Kalbar sebagai otoritas manajemen yang memiliki kewenangan penanganan kasus, sangat diperlukan. "Ini bentuk sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat di Kalbar tentang konservasi TSL dilindungi," katanya.
    Dasar penegakan hukum TSL dilindungi diatur dalam perundangan-undangan Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
    Ada sanksi-sanksi, baik berupa denda maupun hukum pidana, yang diatur terhadap pelanggaran yang dilakukan, dalam hal ini misalnya terkait pemeliharaan atau perdagangan TSL dilindungi.
    Species Officer WWF-Indonesia Program Kalbar, Dewi Puspita Sari berharap dengan adanya kerja sama ini, kerja-kerja konservasi, khususnya di Kalimantan Barat, akan menjadi lebih baik lagi.
    "Dengan kerja sama ini kita berharap bisa menemukan solusi bersama untuk kasus-kasus satwa liar yang semakin banyak keluar dari habitatnya, serta bagaimana memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menghindari terjadinya konflik antara satwa liar dan manusia. Salah satunya melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi sebagai bentuk dari pendidikan konservasi seperti yang termuat dalam lingkup kegiatan dari kerjasama ini," ujar Dewi.
    Adapun kerja sama dilakukan selama periode 2016 – 2107 melingkupi beberapa kegiatan kolaboratif yang mencakup perlindungan kawasan (studi dan workshop), pengawetan/pelestarian flora dan fauna (investigasi), penguatan kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, dan pendidikan konservasi (sosialisasi dan kampanye).

Pewarta:

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016